Universitas Negeri Gorontalo
Tak terasa pelaksanaan pemilihan umum
tahun 2024 tinggal menghitung bulan. Para akademisi, politisi bahkan masyarakat biasa sedang menyaksikan
gejolak pertarungan kekuasaan yang begitu dahsyat. Pembenaran kesaksian ini
bukan tanpa alasan. Semakin berkembangnya zaman semua informasi mengalir lebih
cepat bahkan tak bisa dibendung lagi. Namun, muncul pertanyaan yang mendasar
bagi kita semua. Apakah mereka para kader partai politik bisa menarik simpati
bagi para pemilih pemula yang akan pertama kali menggunakan hak suaranya dalam
pemilu tahun 2024 yang akan datang? Tentu ini masih menjadi multitafsir dan
menuai perdebatan dalam diskusi-diskusi publik saat ini. Salah satu hal yang
menarik isu yang perlu untuk disoroti saat ini adalah pengaruh pemilih pemula
terhadap partai politik. Pemilih pemula, yang merupakan kelompok yang baru
pertama kali menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan umum, memiliki
potensi besar dalam membentuk arah politik masa depan. Namun, dalam melacak
jejak pemilih pemula terhadap partai politik menjelang Pemilihan Umum 2024,
terdapat sejumlah tantangan yang perlu diungkap dan dipahami.
Hitungan kontribusi besar pemilih
pemula dalam pelaksanaan pemilu 2024 tak bisa dielakan lagi. hasil survei dari
Centre for Strategic and International Studies (CSIS), terdapat temuan yang
menarik terkait pemilu mendatang, yaitu Pemilu 2024. Dzulfaroh, (2022). Survei tersebut mengindikasikan bahwa pemilih muda akan menjadi
kekuatan dominan dalam pemilihan tersebut. Pemilih muda dalam survei ini
didefinisikan sebagai warga berusia antara 17 hingga 39 tahun. Survei tersebut
menyajikan prediksi bahwa proporsi pemilih muda pada Pemilu 2024 akan mencapai
angka yang cukup signifikan, yakni mendekati 60 persen atau sekitar 190 juta
warga. Hal ini menandakan bahwa pemilih muda akan memiliki pengaruh besar dalam
menentukan hasil dan arah politik di masa depan. Jika prediksi ini akurat, maka
angka sebesar 190 juta pemilih muda akan menjadi kekuatan yang tak bisa
diabaikan oleh para kandidat dan partai politik yang bertarung dalam Pemilu
2024. Dengan proporsi sebesar ini, penting bagi para calon pemimpin dan partai
politik untuk mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan pemilih muda dalam
merancang platform dan agenda politik mereka.
Meskipun kontribusi hak suara pemilih pemula dapat mendongkrak perolehan suara
bagi para kader partai politik yang akan bertarung pada pemilu tahun 2024
banyak tantangan yang akan terjadi. Tantangan tersebut tercermin dari beberapa
masalah diantaranya tingkat apatis dan ketidakpercayaan terhadap partai
politik. Pemilih pemula sering merasa jauh dari dunia politik, meragukan
integritas partai-partai yang ada, atau bahkan merasa bahwa partai politik
tidak lagi mewakili aspirasi dan kebutuhan mereka. Hal ini dapat menyebabkan
mereka kurang tertarik untuk terlibat dalam proses pemilihan umum dan memilih
abstain sebagai bentuk protes terhadap sistem politik yang mereka anggap tidak
efektif. Oleh karena itu, partai politik perlu mengatasi masalah ini dengan
serius dan menciptakan lingkungan yang dapat membangkitkan antusiasme dan
kepercayaan pemilih pemula. Selanjutnya, perbedaan generasional juga menjadi
faktor yang signifikan dalam paradigma pemilih pemula. Generasi muda memiliki
perhatian dan prioritas yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Selain itu, Isu-isu seperti perubahan
iklim, kesetaraan gender, keadilan sosial, dan inovasi teknologi menjadi
isu-isu penting bagi mereka. Oleh karena itu, partai politik perlu memahami dan
menangkap pergeseran nilai-nilai ini serta menghadirkan platform yang relevan
dengan aspirasi dan kekhawatiran pemilih pemula. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperkuat komunikasi dua arah antara partai politik dan pemilih pemula, dengan
mendengarkan dengan seksama aspirasi mereka, serta mengadakan dialog dan
diskusi yang konstruktif tentang isu-isu yang penting bagi mereka. Olehnya
karena itu melacak jejak pemilih pemula terhadap partai politik menjelang
Pemilihan Umum 2024, penting bagi kita untuk memahami dan mengungkap fenomena
masalah yang dihadapi oleh mereka. Dengan demikian, partai politik dapat
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk beradaptasi dengan perubahan
paradigma dan memperkuat hubungan dengan pemilih pemula, sehingga menciptakan
perubahan politik yang lebih inklusif dan dinamis dalam Pemilihan Umum mendatang.
Pada dasarnya, pemilihan umum sering disebut sebagai pesta demokrasi
yang dilakukan sebagai bentuk perwujudan rakyat baik pemilihan legislatif
maupun eksekutif. Sebagai warga negara yang baik harus dapat terlibat dalam
pemilihan tersebut. dalam pemilihan umum memiliki sifat Langsung, Umum, Bebas,
Jujur Dan Adil. sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43 Ayat (1 dan 2)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan,
“setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan. Pemilihan Umum ini
dapat dilaksanakan oleh orang yang sudah berusia 17 tahun keatas atau yang
sudah menikah, seperti halnya yang akan dilakukan oleh para pemilih pemula yang
berada di SMA Negeri 1 Telaga. Sebagai pemilih pemula tentunya masih memiliki pengetahuan yang
sangat minim terhadap pemilihan umum tersebut.
Berkenaan dengan
Melacak Jejak: Orientasi Pemula Terhadap Partai Politik Menuju Pemilihan Umum
2024 Yunita & Stanislaus, (2014) dalam riset penelitian menemukan masalah yang
dilihat dari tiga aspek diantaranya; (1) Dari segi kognitif. Para pemilih
pemula seringkali menghadapi keterbatasan pengetahuan politik yang mempengaruhi kemampuan mereka dalam memahami proses pemilihan dan
isu-isu yang relevan. Informasi yang mereka dapatkan cenderung terbatas dan
terpengaruh oleh media sosial. Keterbatasan ini dapat membuat mereka merasa
bingung dan ragu-ragu dalam memilih. Mereka mungkin masih memiliki banyak
pertanyaan dan kebingungan terkait dengan pemilihan tersebut. (2) Aspek
afektif. Orientasi aspek ini, para pemilih
pemula cenderung lebih mudah terpengaruh oleh opini dan keyakinan orang-orang
terdekat mereka. Hal ini dapat mengaburkan kemampuan mereka untuk secara
independen dan kritis mengevaluasi kandidat dan isu-isu politik. (3) Aspek
evaluatif. Dalam aspek ini seringkali pemilih pemula menghadapi kesulitan dalam
menilai dan mempertimbangkan kandidat serta platform politik yang ditawarkan.
Kurangnya pengalaman dalam mengikuti pemilihan sebelumnya juga dapat membuat
mereka merasa kesulitan dalam menilai kinerja dan kompetensi para kandidat.
Sebagai hasilnya, keputusan mereka dalam memilih mungkin tidak didasarkan pada
evaluasi yang mendalam dan rasional.
Berkenaan dengan
hasil temuan di atas, temuan yang sama juga dilakukan Mahmud, Kamuli, dan Wantu
(2022) mengindikasikan bahwa banyak pemilih pemula cenderung mengikuti panduan
orang tua mereka daripada mengembangkan preferensi politik mereka sendiri. Hal
ini mencerminkan pengaruh yang signifikan dari orang tua dalam proses
pembentukan sikap politik anak-anak mereka. Dengan demikian, kita dapat menginterpretasikan bahwa sebetulnya Pemilih pemula sering kali mencari arahan
dan panduan dalam menghadapi pemilihan, terutama jika mereka memiliki
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman politik. Mereka mungkin merasa lebih
nyaman dan percaya pada pandangan orang tua mereka yang telah memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas. Oleh karena itu, mereka cenderung
mengikuti preferensi politik orang tua sebagai acuan dalam memilih calon dan
partai politik.
Pengaruh orang tua
dalam keputusan politik anak-anak mereka dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Pertama, ikatan emosional dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang
tua dapat membentuk pandangan politik anak-anak mereka. Kedua, pengaruh orang
tua dapat berasal dari kepercayaan politik yang diteruskan secara turun-temurun
dalam keluarga. Ketiga, kepercayaan pada penilaian dan pengalaman orang tua
dapat membuat pemilih pemula lebih cenderung mengandalkan pandangan mereka.
Namun, penting juga untuk diakui bahwa tidak semua pemilih pemula mengikuti
panduan orang tua mereka secara mentah-mentah. Beberapa pemilih pemula juga
dapat memiliki preferensi politik yang berbeda dari orang tua mereka. Mereka
mungkin melihat isu-isu politik dengan sudut pandang yang berbeda atau
mengembangkan pemahaman politik yang independen.
Untuk mengatasi
kecenderungan ini, pendidikan politik yang inklusif dan berimbang sangat
penting. Pendidikan politik harus mendorong pemilih pemula untuk mengembangkan
pemahaman yang kritis dan independen tentang isu-isu politik. Mereka perlu
didorong untuk mempertimbangkan berbagai perspektif dan pendapat sebelum
membuat keputusan politik mereka sendiri. Selain itu, penting juga untuk
meningkatkan kesadaran dan partisipasi pemilih pemula dalam proses politik.
Mereka harus didorong untuk aktif terlibat dalam debat politik, mendengarkan
berbagai sudut pandang, dan mencari informasi dari sumber yang beragam. Dengan
cara ini, mereka dapat memperluas pengetahuan politik mereka dan mengembangkan
kemampuan untuk membuat keputusan yang informan dan berdasarkan pemikiran
kritis. Pihak-pihak terkait, termasuk partai politik, lembaga pendidikan, dan
keluarga, juga memiliki peran penting dalam membantu pemilih pemula
mengembangkan preferensi politik mereka sendiri. Mereka dapat memberikan
informasi yang objektif, mendorong diskusi terbuka, dan memberikan ruang bagi
pemilih pemula untuk mengemukakan pendapat mereka sendiri. Dengan demikian,
pemilih pemula akan lebih mampu membuat keputusan politik yang didasarkan pada
pemikiran dan evaluasi pribadi.
Daftar Pustaka:
Dzulfaroh,
A.N, (2022)."Pemilu 2024 Didominasi Pemilih Muda, Apakah Peta Politik Akan
Berubah.https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/27/143000565/pemilu-2024-didominasi-pemilih-muda-apakah-peta-politik-akan-berubah-?page=all.
Mahmud, R., Kamuli, S., &
Wantu, A. (2022). Sosialisasi:“Santri Bertanya Pemilu Menjawab “Bagi Santri Di
Pondok Pesantren Alkhairaat Kota Gorontalo. Amma: Jurnal Pengabdian Masyarakat,
1(08), 1009-1014.
Yunita, R. P., & Stanislaus,
S. (2014). Orientasi Politik Pemilih Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014. Journal
Of Social And Industrial Psychology, 3(1).
No comments:
Post a Comment