Sunday 15 May 2022

IBU PARTAI YANG TAK KUNJUNG PUAS

 

Sri Megi Paduengo
Studi S1 PPKn UNG

Apabila kita terlisik, perkembangan partai politik era reformasi belum menjadi institusi publik yang memiliki tanggung jawab atau akuntabilitas terhadap pemilihnya. Pada masa Orde Baru, partai politik menjadi “mesin” politik penguasa sehingga partai politik lebih diarahkan pada kepentingan pelanggengan kekuasaan penguasa (status quo). Ketika memasuki era reformasi, partai politik seakan-akan kaget dengan tuntutan masyarakat yang besar namun tidak disertai dengan kelembagaan yang baik. Partai politik dewasa ini belum memperlihatkan akuntabilitas kepada konstituen. Partai politik pada era reformasi juga terjebak dalam bentuk oligarkis dalam proses pengambilan keputusan strategis.

Kecenderungan selama ini menunjukkan pengambilan keputusan partai politik bersifat tertutup dan hanya ditentukan oleh sekelompok kecil elit partai. Keputusan tertinggi biasanya berada pada seseorang atau sekelompok kecil elit partai saja. Persoalan mekanisme internal dalam pembuatan keputusan dicirikan dengan sentralisasi dalam pengambilan keputusan. Peran pengurus pusat masih dominan, dan terkadang berbeda dengan aspirasi daerah. Terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi partai (fungsi pendidikan politik, rekrutmen politik, komunikasi politik, artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi penyelesai konflik).

keluhan yang muncul adalah di mana partai politik belum melaksanakan fungsinya secara maksimal. Dalam konteks ini sumber masalah belum terlaksananya fungsi-fungsi partai politik tersebut adalah terkait dengan persoalan kelembagaan partai politik. Paling tidak, ada tiga masalah berkaitan dengan kelembagaan partai politik, yaitu: ideologi dan platform, kohesivitas dan manajemen konflik, serta rekrutmen dan kederisasi.

Berkaca pada Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno putri mengingatkan kepada kadernya kewajiban sebagai petugas partai.  "Kalian - Kalian ini adalah petugas partai. Jangan lupa,kalian adalah petugas partai,tidak lagi sebagai pribadi-pribadi, " kata Megawati dalam webinar,Minggu,30 Mei 2021. Kita ketahui bahwa, pada tahun 2019 negara Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum pada Lembaga Eksekutif.Dari Pemilihan tersebut Jokowi -Ma'ruf ditetapkan sebagai pemenang pada kursi Eksekutif periode 2019 - 2024.  Sedangkan pada kursi Legislatif, Hasil akhir rekapitulasi pemilihan umum legislatif pada tahun 2019 PDI Perjuangan mendapatkan posisi pertama. Pada 1 Oktober 2019 telah dilantik Pimpinan DPR RI periode 2019 - 2024 dari Fraksi PDI Perjuangan yaitu Puan Maharani.

Dengan kemenangan yang diperoleh PDI Perjuangan pada Lembaga Eksekutif dan Lembaga Legislatif menciptakan struktur pemerintahan dimana kekuasaan berpusat pada sekelompok orang. Penyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menimbulkan kesimpulan dari masyarakat,bahwa walaupun Jokowi dan Puan Maharani sudah menjadi Pejabat Negara,mereka tetap memiliki status sebagai kader partai. Timbul suatu pertanyaan, apakah setiap kebijakan yang keluar dari Pemerintah ada permainan dari Partau Politik?

Carl Schmitt dalam bukunya yang berjudul Verfassungslehre, membagi konstitusi dalam empat pengertian dua diantaranya sebagai berikut. Pengertian pertama mengenai konstitusi dalam arti positif,yang mengandung pengertian sebagai keputusan politik yang tertinggi tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik yang disepakati oleh suatu negara. Pengertian kedua mengenai konstitusi dalam arti ideal. Disebut demikian karena ia merupakan idaman atau cita-cita (golongan borjuis liberal ) agar pihak penguasa tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.

Dengan teori dari Carl Schmitt mengenai konstitusi adanya sifat ketidaksesuaian dengan penyataan Ketua Umum PDIP. Seharusnya kader partai yang sudah menjadi pejabat negara di Lembaga Eksekutif atau Lembaga Legislatif sudah menyerahkan seluruh tanggungjawab kepada rakyat yang memiliki kedaulatan di negara Indonesia. Penyataan Megawati membawa kepada keabsolutan pada kekuasaan, dua lembaga sudah dipimpin oleh kadernya dan masih juga ingin keterlibatan dalam berbangsa dan bernegara harus adanya keterlibatan partainya. Kekuasaan tertinggi pasca reformasi terdapat pada konstitusi atau partai politik? kalau sudah begini apakah masih pantas kelompok - kelompok mereka yang katanya demokratis, pancasilais, tetapi dalam implementasi menganut sistem autokrasi memimpin negara ini.

Sumber Bacaan : Schmitt, Carl.1954.verfassungslehre.Germany:Dunker and Humblot