Cilnawati Djuma Studi S1 PPKn UNG |
Saat ini politik indonesia
dewasa ini seperti sedang mendominasi wacana di media. Layaknya gula yang sedang
di kelilingi semut, seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik di
Indonesia. hampir disetiap stasiun Televisi maupun surat kabar pasti dipenuhi
dengan berita-berita politik terkini yang begitu hot. Namun kondisi politik
yang terjadi justru saling mempertontonkan perebutan kekuasaan secara tidak
sehat. Para penjabat yang memiliki kekuasaan telah melupakan masyarakat. Janji
– janji yang dulu di buat justru dilupakan seiring dengan kursi kekuasaan yang
telah diperoleh seolah tidak menerima dengan kemenangan dan popularitas sang
rival, maka berusaha mencari kesalahan untuk dapat menggulingkan.
Saat ini bagi bangsa
Indonesia politik merupakan entitas yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal
ini dikarenakan prilaku para politikus yang tidak konsisten antara ucapan dan
tindakan dilapangan. Politik kita terlalu banyak mempertontonkan konflik bahkan
banyak mencampuradukan kepentingan politik dengan isu SARA, sehingga
menimbulkan kekerasan yang menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban,
baik secara fisik maupun jiwa.
Selain itu banyak
politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut
harta negara ( korupsi ), baik ditataran eksekutif, legislatif bahkan
yudikatif. Hal ini menyebabkan timbulnya sikap apatisme di masyarakat, sehingga
mereka terjatuh kedalam jurang kehidupan yang pragmatis, hedonis, malas, bahkan
banyak pula yang dijadikan sebagai masa bayaran untuk menjatuhkan salah satu
kubu lawan politik. Padahal sejatinya dalam kehidupan politik memerlukan pemikiran
yang cerdas serta kerja keras, bukan hanya asal gilas.
Pandangan masyarakat
terhadap politik sedemikian negatif. Padahal, politik tidak lah seburuk yang
dibayangkan dan dirasakan bangsa Indonesia. Politik hanyalah proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Politik adalah seni dan ilmu untuk
meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. sejatinya
politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama. Di Eropa setiap guru dan dosen dibekali ilmu politik,
sehingga mereka bisa mengajarkan bagaimana mereka bisa membuat keputusan
terbaik. Dengan pendidikan politik, maka politik tidak menjadi tumpang tindih.
Kesalahan di Indonesia politik masih tumpang tindih dan politik dipegang bukan oleh
orang yang bukan bidangnya, sehingga hanya memikirkan keuntungan bukan
kesejahteraan.
Melihat kompleksitas
permasalahan tersebut, maka politik dan pendidikan politik bagi negara dan
bangsa Indonesia saat ini sangat strategis dan urgent, karena eksistensi
sebuah Negara sangat ditentukan oleh sikap serta kedewasaan politik
masyarakatnya. Saat ini diakui atau tidak orientasi politik bangsa Indonesia
masih berorientasi ke arah barat khususnya Amerika ataupun negara maju lainya
seperti Cina, bangsa kita belum berani dan percaya diri untuk menerapkan budaya
politik sendiri.
Dalam kaitan
pendidikan politik ini, A. Kosasih Djahiri (1995 :18) menyatakan bahwa
“Pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga negara
suatu negara untuk memahami mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri (sense of
belonging) yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat
sistem maupun kelembagaan yang ada”. Sedangkan dalam Inpres No:12 tahun 1982
tentang pendidikan politik generasi muda (1982:2) dijelaskan bahwa: Pada
prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha
untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna
menunjang kelestarian pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa.
Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses pembaharuan kehidupan
politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha
menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis,
efektif dan efesien.
Dengan demikian pendidikan
politik berupaya merubah warga negara agar dapat memiliki kesadaran politik,
memahami dan memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa
negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada. Itu artinya
memiliki kesadaran politik berarti memiliki keterpaduan aspek kogitif, afektif
dan prikomotor dari individu, sehinga seluruh masyarakat Indonesia baik
pemerintah maupun rakyatnya akan memiliki kesadaran dalam berpolitik.
Sejumlah peristiwa
politik, perilaku elite politik, dan partai politik yang buruk adalah kenyataan
politik Indonesia. Ketiga hal tersebut sesungguhnya, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung telah mendidik watak politik warga negara menjadi
sebuah budaya. Misalnya, partai politik seharusnya membangun sistem politik
yang mapan. Namun kenyataannya, partai politik selalu dikaitkan dengan
seseorang. Misalnya, PDIP selalu dikaitkan dengan Megawati; GERINDRA dikaitkan
dengan Prabowo; dan Partai Demokrat tidak bisa dipisahkan dari SBY, dan
sebagainya. Padahal, politik yang dikaitkan dengan seseorang adalah Politik
dinasti. Oleh karena itu, urgensi pendidikan politik di Indonesia saat ini
sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi apalagi menunda sampai banyak korban
berjatuhan akibat penerapan budaya politik yang tidak sehat.
Pendidikan politik
harus segera digalakan kembali disetiap lini kehidupan, baik lewat intitusi
pemerintah maupun non pemerintah; baik secara formal maupun nonpormal, sehingga
permasalahan sosial yang begitu berbahaya seperti berita hoax, manuver politik
saling tikam, dan perpecahan akibat issue SARA bisa segera diatasi. Karena
ketika pendidikan politik sudah berjalan dan dapat dipahami, maka setiap
warganegara Indonesia akan turut membangun masyarakat dan negaranya, yang
dilakukan bersama-sama dengan pemerintah. Selain itu, mereka akan aktif dalam
usaha mendinamisir dan merenovasi lembaga masyarakat beserta system politiknya
maka terciptalah warga negara yang baik dan pintar (good and smart
cityzenship).
Dan yang terpenting
adalah setiap sarana pendidikan politik yang ada, haruslah melaksanakan tuganya
dengan baik yaitu mencerdaskan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan
rakyat secara baik, bukan malah “menyesatkan atau membodohi” rakyat. Selain itu
di dalam pelaksanaan pendidikan politik sebaiknya tidak dilakukan secara
indoktrinatif. Sebab, dengan sosialisasi secara indoktrinatif akan menghasilkan
pribadi yang kaku, fanatik, pandangannya sempit, mentalnya “dungu dan kacau”,
sehingga kedepannya nanti perilakunya akan cenderung menentang hati nuraninya
sendiri dan realita yang dihadapi, serta akan menentang kehendak dan aspirasi
umum.
Karena sejatinya
politik ini layaknya sebuah pisau. Bila pisau tersebut digunakan oleh ibu rumah
tangga untuk memasak maka pisau akanlah sangat bermanfaat dan akan tersedia
hidangan yang lezat untuk keluarga. Namun beda cerita bila pisau tersebut
digunakan oleh pembunuh. Maka yang terjadi adalah sebuah kesedihan dan
kesengsaraan yang terjadi. Begitu pula dengan politik, ia bisa menjadi sebuah
alat untuk mencapai sebuah kebahagiaan atau malah menjadi sebuah alat
penghancur yang mendatangkan kesengsaraan.
No comments:
Post a Comment