Friday 6 May 2022

ISU PINDAHNYA IBU KOTA DI ERA KEPEMIMPINAN PRESIDEN JOKOWI DAN MA’RUF AMIN

Thaib Misbahudin Abas
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo

Kepemimpinan sering dikatakan sebagai cara seorang pemimpin mempengaruhi orang lain pada suatu organisasi. Lingkup kepemimpinan dapat bergradasi dari lingkup kecil, bahkan sampai lingkup yang besar berupa negara. Lingkup kepemimpinan dalam organisasi negara berada di tangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Tugas dari Presiden bukan sekedar memimpin suatu negara atau mengambil kebijakan, melainkan juga dapat memastikan kualitas kelayakan hidup untuk rakyatnya. Keberlangsungan kepemimpinan tidak selalu berjalan mulus dikarenakan lingkungan yang terus berubah. 10 tahun sudah usia kepemimpinan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Tak mudah menjalani hari-hari penuh tekanan di tengah situasi pandemi. Periode kedua Jokowi benarbenar diuji dari segala arah.

Tekanan dahsyat untuk memulihkan kesehatan masyarakat yang terpapar covid19 selain juga pemulihan ekonomi yang benarbenar terdampak hebat. Pada bulan Agustus 2019, Presiden Republik Indonesia, pada pidato kenegaraan 16 Agustus 2019 telah menyatakan pemindahan Ibu kota Republik Indonesia serta meminta izin kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Rencana pemindahan ibu kota tersebut telah melalui kajian dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas RI). Presiden menekankan bahwa ibu kota baru tersebut nantinya tak hanya berarti sebagai simbol identitas bangsa, tapi juga sebagai representasi kemajuan bangsa.

 Letak ibu kota baru yang berada di tengah Indonesia diharapkan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan ekonomi serta pembangunan. Pemindahan Ibu Kota Indonesia dan Kekuasaan Presiden dalam Perspektif Konstitusi The Relocation of Indonesia’s Capital City and the Presidential Powers in Constitutional Perspective  Indonesia dalam keterangannya, telah memutuskan sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur sebagai lokasi pembangunan ibu kota baru Republik Indonesia. Dan pada Oktober 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah membuat sayembara desain Ibu kota Indonesia skala nasional yang terbuka untuk umum. 

Di Indonesia, Kedudukan Ibu kota Negara tidak ditetapkan dalam Konstitusi, melainkan dalam Undang-Undang. Dalam Konstitusi, frasa ibu kota hanya disebutkan 2 (dua) kali yakni pada Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat di Pasal 2 yang berbunyi, “Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.” Dan pada Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan di Pasal 23G yang berbunyi, “Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.” Jakarta ditetapkan sebagai Daerah Khusus Ibu kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Jakarta ditetapkan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Akan tetapi, dalam Undang-Undang tersebut tidak disebutkan mengenai mekanisme pemindahan ibu kota. Permasalahan yang timbul berkaitan dengan pemindahan ibu kota di Indonesia salah satunya adalah tidak ada definisi jelas mengenai ibu kota itu sendiri. Apakah ibu kota sebatas simbol negara, pusat kedudukan eksekutif atau pusat pemerintahan secara keseluruhan. Selain itu, terdapat 3 (tiga) permasalahan hukum lainnya. Pertama adalah secara konstitusional, tidak adanya peraturan yang mengatur mekanisme pemindahan ibu kota Republik Indonesia dalam konstitusi maupun dalam peraturan perundang–undangan di Indonesia. Kedua adalah penetapan lokasi baru ibu kota Republik Indonesia mendahului pembentukan dasar hukumnya. Ketiga adalah minimnya unsur pelibatan dari cabang kekuasaan lain, khususnya dari Legislatif berkaitan dengan pemindahan ibu kota tersebut. Bila dilihat dari runtutan perkembangan wacana pemindahan ibu kota saat ini, tampak cabang kekuasaan Eksekutif lah yang paling dominan dalam rencana tersebut. Dalam hal ini, Presiden melalui Bappenas menetapkan lokasi ibu kota baru yang akan datang tanpa melibatkan unsur legislatif, baik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewan Perwakilan Daerah (DPD). 

Padahal pemindahan ibu kota akan berdampak terhadap seluruh lembaga negara di Indonesia, dikarenakan dalam peraturan berbagai lembaga negara di Indonesia dinyatakan bahwa kedudukan lembaga tersebut berada di Ibu kota Negara. Oleh sebab itu, pemindahan ibu kota akan berdampak terhadap kedudukan berbagai lembaga negara. Di sisi lain, penetapan pemindahan ibu kota dilakukan sebelum adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Sehingga juga dipertanyakan bagaimana kelanjutan pemindahan ibu kota pasca adanya kedaruratan kesehatan dan pelemahan perekonomian nasional akibat adanya pandemi COVID-19 di Indonesia.

Pemindahan Ibu Kota dalam Perspektif Economic Analysis of Law,  Economic Analysis of Law adalah penerapan prinsipprinsip ekonomi sebagai pilihanpilihan rasional untuk menganalisa persoalan hukum. Lazimnya, pemindahan ibu kota pada beberapa negara disebabkan oleh beberapa faktor seperti dasar efisiensi, bencana, politik dan sebagainya. Adapun wacana pemindahan Ibu kota di Indonesia dapat diidentifikasi pada sejumlah faktor salah satunya yaiu berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi, yang mana Jakarta dinilai tidak efektif dan efisien sebagai ibu kota, dikarenakan kemacetan kronis di Jakarta, baik di lalu lintas darat, udara (bandara) ataupun laut (pelabuhan) . Oleh sebab itu, atas dasar efektivitas dan efisiensi, Presiden RI menetapkan pemindahan ibu kota yang sedianya akan dilaksanakan secara bertahap dimulai pada tahun 2024. (penetapan tersebut dilaksanakan sebelum Pandemi COVI19 di Indonesia, dan belum ada keputusan lebih lanjut mengenai batal atau tidaknya pemindahan ibu kota).

Pada sisi lain, sejumlah permasalahan muncul terkait dengan faktor pemindahan ibu kota Indonesia sebagaimana disebutkan diatas. Permasalahan tersebut antara lain: 1. Bila faktor perpindahan ibu kota disebabkan faktor efektivitas dan efisiensi, maka faktor tersebut dipertanyakan pasca adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Pada perspektif ekonomi, efisiensi adalah ukuran berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output itu. Efisiensi dan efektivitas berkaitan dengan konsep pembiayaan serendah mungkin dan hasil yang dicapai semaksimal mungkin serta memaksimalkan sumber daya untuk sebesar-besarnya manfaat. Sedangkan dalam konsep hukum, disebutkan dalam penjelasan Pasal 58 Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa asas efisiensi adalah asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai hasil kerja yang terbaik dan asas efektivitas adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna. Sedangkan saat ini, Indonesia tengah mengalami kedaruratan nasional dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang menetapkan status kedaruratan kesehatan, serta diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan / atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan. Sehingga perlu pengkajian kembali, apakah pemindahan ibu kota akan tetap efektif dan efisien ditengah kondisi pandemi COVID-19 yang mana pengalokasian anggaran difokuskan untuk kesehatan dan pemulihan ekonomi. Belum jelasnya konsep ibu kota baru di Indonesia. 2. Penetapan Presiden tentang pemindahan ibu kota Indonesia yang tampak seperti unilateral (sepihak) dan tidak melibatkan lembaga lain seperti parlemen. Hal ini dikarenakan tidak adanya dasar hukum yang jelas mengenai pemindahan suatu ibu kota di Indonesia. Pemindahan ibu kota Indonesia memang telah melalui proses kajian yang panjang. Akan tetapi perlu adanya pemaparan lebih lanjut khususnya mengenai hal tersebut diatas. Di sisi lain, saat ini Indonesia juga tengah mengalami pandemi Covid-19 yang menimbulkan kedaruratan kesehatan dan melemahnya perekonomian negara. Akibat kondisi yang tidak terduga tersebut maka seyogyanya terdapat kajian ulang dengan menyesuaikan kondisi Indonesia saat in. Konsep Ibu Kota Secara bahasa, ibu kota atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai capital city berasal dari bahasa latin yakni caput yang berarti kepala (head). Maka dapat disimpulkan bahwa ibu kota lazimnya juga merupakan pusat pemerintahan, pusat bisnis dan pusat kekuasaan dan selanjutnya juga akan dibahas dalam sub pembahasan huruf (e) mengenai kewenangan Presiden dalam hal ikhwal pemindahan ibu kota. Walaupun pada praktik di beberapa negara, tidak selalu demikian. Sebagai contoh di Amerika Serikat yang mana beribukota di Washington, tetapi Washington bukan merupakan\pusat bisnis di negara tersebut melainkan di New York. Demikian juga di Australia yang mana ibu kota negara tersebut adalah Canberra, sedangkan pusat bisnisnya adalah Melbourne. Bagaimana dengan konsep ibu kota di Indonesia? Definisi Ibu kota tidak disebutkan secara rinci dalam peraturan perundang-undangan. Bila merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu kota adalah kota tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara, tempat dihimpun unsur administratif, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif; kota yang menjadi pusat pemerintahan. Bila ditafsirkan dari Undang-Undang mengenai kekhususan DKI Jakarta saat ini, yakni Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007, yang mana Pasal 5 dinyatakan bahwa Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Penjelasan ayat ini dijelaskan bahwa Penyelenggaraan pemerintahan dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai tempat kedudukan lembaga pusat baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tempat kedudukan perwakilan negara asing, dan tempat kedudukan kantor perwakilan lembaga internasional. Ibu kota bila ditinjau dari teori dalam ilmu negara dapat dikaitkan dengan unsur-unsur/syarat pengakuan keberadaan sebuah negara (declarative theory). ibu kota bukan hanya sebatas suatu wilayah khusus saja, melainkan juga dalam rangka menciptakan an effective government. Suatu pemerintahan tentu harus mempunyai tempat kedudukan agar dapat berjalan efektif sebagaimana fungsinya. Bila mengacu pada definisi capital city maka tepatlah ibu kota mempunyai peranan penting agar pemerintahan dapat berjalan efektif, yakni sebagai tempat kedudukan pemerintahan baik legislatif, eksekutif dan judisial. 

Demikian pula di negara Malaysia yang beribu kota di Kuala Lumpur, akan tetapi saat ini pusat pemerintahan Malaysia berada di kawasan Putrajaya. Bagaimana kedudukan DKI Jakarta berdasarkan teori tersebut diatas ? Bila melihat pemaparan diatas, maka Jakarta saat ini dapat dikatakan sebagai multifunction capitals. Hal ini dikarenakan Jakarta sebagai ibu kota, selain sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat keuangan dan bisnis, pusat percaturan politik Indonesia, pusat media dan berbagai bidang lainnya yang pada praktiknya mayoritas berpusat di Jakarta. Sekilas Perbandingan dengan Ibu Kota di Negara Lain Sebagaimana disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu pembanding antara konsep di Indonesia dengan negara lain, khususnya negara-negara yang mencantumkan ibu kotanya di dalam konstitusi negara tersebut.

 

No comments: