Suci Makalalag Studi S1 PPKn UNG |
Apabila kita terlisik,
perkembangan partai politik era reformasi belum menjadi institusi publik yang
memiliki tanggung jawab atau akuntabilitas terhadap pemilihnya. Pada masa Orde
Baru, partai politik menjadi “mesin” politik penguasa sehingga partai politik
lebih diarahkan pada kepentingan pelanggengan kekuasaan penguasa (status quo).
Ketika memasuki era reformasi, partai politik seakan-akan kaget dengan tuntutan
masyarakat yang besar namun tidak disertai dengan kelembagaan yang baik. Partai
politik dewasa ini belum memperlihatkan akuntabilitas kepada konstituen.
Partai politik pada era
reformasi juga terjebak dalam bentuk oligarkis dalam proses pengambilan
keputusan strategis. Kecenderungan selama ini menunjukkan pengambilan keputusan
partai politik bersifat tertutup dan hanya ditentukan oleh sekelompok kecil
elit partai. Keputusan tertinggi biasanya berada pada seseorang atau sekelompok
kecil elit partai saja. Persoalan mekanisme internal dalam pembuatan keputusan
dicirikan dengan sentralisasi dalam pengambilan keputusan. Peran pengurus pusat
masih dominan, dan terkadang berbeda dengan aspirasi daerah.
Terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
partai (fungsi pendidikan politik, rekrutmen politik, komunikasi politik,
artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi penyelesai konflik). keluhan
yang muncul adalah di mana partai politik belum melaksanakan fungsinya secara maksimal.
Dalam konteks ini sumber masalah belum terlaksananya fungsi-fungsi partai
politik tersebut adalah terkait dengan persoalan kelembagaan partai politik.
Paling tidak, ada tiga masalah berkaitan dengan kelembagaan partai politik,
yaitu: ideologi dan platform, kohesivitas dan manajemen konflik, serta
rekrutmen dan kederisasi.
Setiap partai politik
dibentuk mendasarkan diri pada ideologi yang hendak diusungnya. Ideologi ini
yang kemudian menjadi identitas partai. Untuk membedakan antara partai yang
satu dengan yang lain dapat dilihat dari ideologi yang dianut oleh partai yang
bersangkutan. Selain itu, ideologi juga merupakan basis perjuangan atau
cita-cita yang ingin dicapai suatu partai politik. Ideologi menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari suatu partai politik. Ia seharusnya melekat pada
kehadiran suatu partai politik. Ideologi, yang merupakan sistem nilai dan
norma, tentu masih bersifat abstrak. Perlu ada penjabarannya lebih lanjut.
Ideologi yang dianut oleh suatu partai politik perlu diterjemahkan ke dalam
hal-hal yang riil dan langsung dirasakan oleh masyarakat. Dengan cara ini akan
membantu masyakarat memahami dan mengerti tentang ideologi, yang bersifat
abstrak itu, yang dianut oleh suatu partai politik.
Keberadaan ideologi dalam
sebuah partai juga menjadi pedoman nilai dalam melakukan program dan aktifitas
kerja politik adalah hal yang penting. Ia menjadi pegangan bagi setiap kader
dan pengurus partai dalam mengejewantahkan ideologi tersebut menjadi program,
kegiatan atau aktifitas partai di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Di
samping itu, ideologi juga menjadi posisi politik (political stance) bagi
setiap partai politik dalam mendiskusikan serta memperdebatkan hal-hal yang
menyangkut kehidupan ekonomi, sosial ataupun politik. Hal yang juga tak kalah
penting, ideologi bagi partai dapat menjadi basis dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan kemasyarakatan untuk kemudian dicarikan jalan keluarnya.
Dalam konteks kebijakan publik, ideologi juga berperan dalam menentukan posisi
apa yang harus ditentukan bagi partai untuk mendorong atau bahkan menolak suatu
kebijakan. Sementara itu dalam konteks hubungan dengan para pemilih, ideologi
juga dapat menjadi daya tarik bagi pemilih untuk menentukan partai mana yang
sesuai dengan cara pandang yang mereka yakini. Dalam konteks ini, peran
ideologi ini diyakini menjadi panduan bagi pemilih dalam menentukan pilihannya
di kotak suara yang kemudian dikenal dengan istilah ideology identification.
No comments:
Post a Comment