Wednesday 25 May 2022

PERSEPSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT VS ORGANISAS

 

Mohamad Ramdan Ahmad
Studi S1 PPKn UNG

Praperadilan merupakan suatu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan pidana yang dilakukan oleh hakim tunggal. Pemeriksaan tersebut hanya terkait dengan prosedur yang dilakukan aparat penegak hukum sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan, dan belum menyentuh pokok perkaranya. Praperadilan bukan lembaga yang berdiri sendiri seperti halnya lembaga pengadilan, tetapi hanya sebagai bagian dari kewenangan pengadilan negeri. Praperadilan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lazimnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Fungsi lembaga praperadilan adalah sebagai sarana pengawasan secara horizontal dengan maksud untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran.

Praperadilan dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Tindakan kontrol/pengawasan atas jalannya hukum acara pidana itu dalam rangka melindungi hak-hak tersangka atau terdakwa. Dengan demikian, pada prinsipnya fungsi utama pelembagaan praperadilan dalam KUHAP ialah untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, agar benar-benar tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.

            Dengan putusan ini, saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan adalah termasuk dalam pengertian "pihak ketiga yang berkepentingan" sebagaimana diatur dalam Pasal 80 KUHAP yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.

            Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga praperadilan adalah pengawasan bagaimana seorang aparat penegak hukum melaksanakan wewenangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga aparat penegak hukum tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, bagi tersangka atau keluarganya berhak mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi apabila tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

LSM/ORMAS agar dapat disebut sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengajuan praperadilan atas penghentian penyidikan atau penuntutan perkara pidana, maka harus memiliki suatu kepentingan. Hal itu selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 yang memperluas frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP. Putusan ini menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam pihak ketiga yang berkepentingan adalah saksi korban atau pelapor, dan LSM/ORMAS yang mewakili masyarakat luas. Putusan Mahkamah Konstitusi ini merujuk pada pertimbangan Putusan Nomor 76/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa LSM/ORMAS yang mengajukan praperadilan harus memiliki kepentingan dan tujuan yang sama dengan masyarakat luas yang diwakilinya, yaitu memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy).

Kriteria kepentingan yang dimaksud dalam Putusan Nomor 111/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel

adalah kepentingan tertentu yang dikaitkan dengan tujuan pendirian LSM/ORMAS yang terdapat

pada anggaran dasarnya. Apabila pendirian LSM/ORMAS untuk tujuan tertentu saja, maka kepentingannya juga bersifat tertentu. Sebaliknya apabila pendirian LSM/ORMAS untuk tujuan umum, maka kepentingannya juga bersifat umum. Salah satu syarat pengajuan praperadilan dalam Putusan Nomor 111/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel, yaitu LSM/ORMAS memiliki kepentingan tertentu. Setelah mengetahui kepentingan dan tujuan pendiriannya, hakim selanjutnya juga mengaitkan dengan perkara yang diajukan praperadilan. Upaya ini untuk mengetahui “Apakah kepentingan dan tujuan pendirian LSM/ORMAS itu sama dengan perkara yang diajukan praperadilan?”.

Sebagai simpulan yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban tindak pidana atau pelapor, tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas. Dengan demikian, interpretasi mengenai pihak ketiga tidak hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk menegakkan hukum pidana.  Peran serta masyarakat baik perorangan warga negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum.

No comments: