Wednesday 25 May 2022

PERSEPSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT VS ORGANISAS

 

Mohamad Ramdan Ahmad
Studi S1 PPKn UNG

Praperadilan merupakan suatu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan pidana yang dilakukan oleh hakim tunggal. Pemeriksaan tersebut hanya terkait dengan prosedur yang dilakukan aparat penegak hukum sebelum berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan, dan belum menyentuh pokok perkaranya. Praperadilan bukan lembaga yang berdiri sendiri seperti halnya lembaga pengadilan, tetapi hanya sebagai bagian dari kewenangan pengadilan negeri. Praperadilan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lazimnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Fungsi lembaga praperadilan adalah sebagai sarana pengawasan secara horizontal dengan maksud untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran.

Praperadilan dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Tindakan kontrol/pengawasan atas jalannya hukum acara pidana itu dalam rangka melindungi hak-hak tersangka atau terdakwa. Dengan demikian, pada prinsipnya fungsi utama pelembagaan praperadilan dalam KUHAP ialah untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, agar benar-benar tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.

            Dengan putusan ini, saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan adalah termasuk dalam pengertian "pihak ketiga yang berkepentingan" sebagaimana diatur dalam Pasal 80 KUHAP yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaan praperadilan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan.

            Pengawasan yang dilakukan oleh lembaga praperadilan adalah pengawasan bagaimana seorang aparat penegak hukum melaksanakan wewenangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga aparat penegak hukum tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, bagi tersangka atau keluarganya berhak mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi apabila tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

LSM/ORMAS agar dapat disebut sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengajuan praperadilan atas penghentian penyidikan atau penuntutan perkara pidana, maka harus memiliki suatu kepentingan. Hal itu selaras dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 yang memperluas frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP. Putusan ini menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam pihak ketiga yang berkepentingan adalah saksi korban atau pelapor, dan LSM/ORMAS yang mewakili masyarakat luas. Putusan Mahkamah Konstitusi ini merujuk pada pertimbangan Putusan Nomor 76/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa LSM/ORMAS yang mengajukan praperadilan harus memiliki kepentingan dan tujuan yang sama dengan masyarakat luas yang diwakilinya, yaitu memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy).

Kriteria kepentingan yang dimaksud dalam Putusan Nomor 111/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel

adalah kepentingan tertentu yang dikaitkan dengan tujuan pendirian LSM/ORMAS yang terdapat

pada anggaran dasarnya. Apabila pendirian LSM/ORMAS untuk tujuan tertentu saja, maka kepentingannya juga bersifat tertentu. Sebaliknya apabila pendirian LSM/ORMAS untuk tujuan umum, maka kepentingannya juga bersifat umum. Salah satu syarat pengajuan praperadilan dalam Putusan Nomor 111/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel, yaitu LSM/ORMAS memiliki kepentingan tertentu. Setelah mengetahui kepentingan dan tujuan pendiriannya, hakim selanjutnya juga mengaitkan dengan perkara yang diajukan praperadilan. Upaya ini untuk mengetahui “Apakah kepentingan dan tujuan pendirian LSM/ORMAS itu sama dengan perkara yang diajukan praperadilan?”.

Sebagai simpulan yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan bukan hanya saksi korban tindak pidana atau pelapor, tetapi harus juga diinterpretasikan secara luas. Dengan demikian, interpretasi mengenai pihak ketiga tidak hanya terbatas pada saksi korban atau pelapor saja tetapi juga harus mencakup masyarakat luas yang dalam hal ini bisa diwakili oleh perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama yaitu untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) seperti Lembaga Swadaya Masyarakat atau Organisasi Masyarakat lainnya karena pada hakikatnya KUHAP adalah instrumen hukum untuk menegakkan hukum pidana.  Peran serta masyarakat baik perorangan warga negara ataupun perkumpulan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama untuk memperjuangkan kepentingan umum (public interests advocacy) sangat diperlukan dalam pengawasan penegakan hukum.

Monday 23 May 2022

KACAMATA FILANTROPI TERHADAP PEMBENTUKAN PARTAI MAHASISWA

 


Yayan Sahi
Mahasiswa Studi S1 PPKn UNG

Adanya sistem multi partai yang dianut oleh bangsa Indonesia, memberikan legitimasi terhadap individu dan kelompok dengan ruang terbuka berhak untuk mendirikan partai politik. Hal itu sejalan dengan prinsip hak demokrasi yang sesuai dengan konstitusi bangsa Indonesia yang dimana adanya penjaminan kebebasan berekspresi melalui wadah organisasi atau partai politik.

Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan motif pendirian partai mahasiswa Indonesia, dengan menggunakan pendekatan filantropi. Dimana filantropi merupakan metode alat ukur perilaku manusia yang memiliki harapan dan kenyataan yang sangat besar. Setelah berakhirnya pasca orde baru, Indonesia mengalami perubahan dalam sistem perpolitikan. Yang sebelumnya dari sistem politik otoritarian kemudian berubah menjadi sistem politik demokrasi. Dalam hal itu, konsep politik demokrasi yang dibangun memuat beberapa konsep diantaranya :  (1), Kebebasan berekspresi (2), Berasosiasi (3),      Kebebasan membentuk partai politik.

Berkaca pada pemilu 2004 dan 2009 dimana partisipasi partai politik yang ikut dalam kontestasi politik di indonesia terus mengalami peningkatan. Lahirnya partai politik baru di Indonesia adalah sebuah fenomena yang sering terjadi bahkan sudah dianggap sebagai hal biasa. Hal itu karenakan Indonesia menganut sistem multi partai ,

 prinsip dari sebuah kehadiran partai (Baru) merupakan naluri Hasrat manusia yang berafiliasi sebagai makhluk sosial untuk menciptakan suatu tatanan sistem demokrasi yang baik. Dalam sistem partai politik Bardir dan Mair  dalam (Partono, 2008) terdapat 3 dimensi tipe kehadiran partai politik:

1.      Dimensi Vertikal

Diman pada level ini, partai politik di lahir dengan adanya pengeleompokan baik berupa Etnis, agama, Bahasa suku, budaya dan lain-lain.

2.      Dimensi Horizontal

Hal ini ditentukan berdasarkan pada tingkatan level pemilu. Artinya keikutsertaan partai politik dalam pemilu juga memperhitungkan keuntungan yang akan di dapat sehingga dorongan mendirikan partai untuk mendapatkan dukungan berpotensi lebih besar.

3.      Dimensi Fungsional

Dimensi ini, menekankan pada pertarungan dari sisi lokal, daerah dan pusat.

Bukan tanpa alasan, setiap partai yang didirikan memiliki ideologi yang berbeda namun pada prinsipnya memiliki  tujuan sama. Tujuan itu akan dapat digambarkan melalui adanya aksi tuntutan kepada pemerintah atas adanya ketidaksesuaian antara kebijakan dan kemaslahatan hidup orang banyak. 

Permasalahan yang menuai pro dan kontra saat ini adalah dimana, kehadiran partai politik baru yakni partai mahasiswa Indonesia yang menimbulkan perdebatan dikalangan akademisi dan elit politik adalah isu yang sangat menarik untuk dikaji. Secara legal standing, partai mahasiswa Indonesia merupakan perubahan dari Partai Kristen Indonesia  atau yang sering disebut dengan partai “PARKINDO 1945”.

Dalam peraturan  berdasarkan keputusan Kementrian Hukum dan Ham Nomor M.HH-5.AH.11.01 Tahun 2022 mengatur anggaran dasar Parkindo 1945 menjadi Partai mahasiswa Indonesia. Dalam pendekatan filantropi Hasrat mahasiswa berkecimpung dalam pendirian partai politik dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :

1.      Filantropi kedermawanan (Giving).

Dalam kontek memberi ini, adalah bagaiamana naluri mahasiwa mengabdikan dirinya dengan memberikan kekuatan fikiran, tenaga sampai pada konsep aktuliasis dalam parati yang mereka dirikan.

2.      Filantropi Sekuler

Dalam konteks ini, naluri manusia/mahasiswa bergerak atas adanya respon terhadap tindakan yang kurang berpihak, sehingga menimbulkan Gerakan baru yang peduli terhadap masyarakat yang memiliki ekonomi lemah. (Arfandi, 2020).

Pada prinsipnya partai politik itu lahir dikarenakan adanya bangunan komunikasi antara pendiri (Golongan) bersama Masyarakat itu sendiri.

1. Teori Motif Politik

Motif Politik merupakan dorongan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan kekuasaan yang di inginkan.  Walgito, 2010; Beck & J. Sorauf, 1992; Situmorang, 2007 dalam (Saputra and Al-Hamdi, 2020) menguatkan bahwa, motif merupakan sebuah pencapaian yang diinisiasi untuk mendapatkan kekuasaan yang didalamnya terdapat :

  1. Dorongan Individu dan Kelompok

Dorongan akan mempengaruhi seseorang/kelompok untuk melakukan sebuah tindakan baik itu berupa aksi, atau implementasi tindakan tertulis maupun non tertulis.

  1. Kekecewaan

Kehadiran partai politik baru bisa diakibatkan dengan adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan. Dalam hal ini kelompok yang merasa dirugikan yang memiliki idealis tentang kebenaran akan berusaha menciptakan sebuah wadah untuk mereka mempersatukan idealis sebagai jembatan untuk merebut kekuasaan itu secara perlahan.

  1. Adanya sebuah kesepakatan dalam melakukan tindakan.

Kesempatan dalam konteks politik yang dimaksud adalah, sistem multi partai yang dianut oleh konstitusi memberikan peluang besar bagi individu atau kelompok untuk mendirikan partai-partai baru yang dianggap penting untuk kemaslahatan orang banyak.

Pada dasarnya, kemunculan partai politik baru disebabkan adanya konflik baik itu secara internal partai politik,, kekuasaan pemerintah dan lain-lain. Dalam konsep motif partai politik mahasiswa Indonesia dapat dibagi menjadi 3 :

  1. Didasarkan (Material Motif)

Dimana motif ini didasarkan apa yang dikerjakan kemudian diberikan sebuah imbalan.

  1. Didasarkan solidaritas dan idealism yang sama.

Kehadiran partai politik, juga turut dipengaruhi oleh kekompakan dalam struktur sosial masyarakat yang membangun komunikasi. Terlepas dari hal itu kesamaan dalam sisi idealism juga sangat berpengaruh terhadap pendirian partai. Sehingga korelasi antara pendirian partai mahasiswa indonesia saat ini yang merupakan perubahan dari partai Kristen Indonesia, adalah sebuah motif yang didasarkan pada sisi idealisme yang sama. (Saputra and Al-Hamdi, 2020).

2. Konsep Peran Partai Politik Terhadap Sistem Politik di Indonesia.

Pendirian partai politik di Indonesia yang memiliki nuansa konstitusi yang multi partai, tidak luput dari sebuah proses perjalanan Panjang sistem demokrasi di indonesia. dalam konteks demokrasi yang memberikan ruang lebih kepada warga negara untuk bebas berekspresi, berkolaborasi serta memiliki kesamaan dalam tatanan sistem pemerintahan tak luput dari sejarah Panjang yang kelam. Miriam  Budiarjo, ( 2018) mengklasifikasikan perkembangan demokrasi di Indonesia terdiri atas 4 bagian diantaranya:

  1. Fase Masa Republik Indonesia (MRI) I berlangsung pada tahun (1945-1959), dimana masa ini dikenal dengan sistem demokrasi berbasis konstitusional dimana peranan parlemen dan partai sangat menonjol dalam sistem pemerintahan.
  2. Fase Masa  Republik Indonesia (MRI) II (1945-1959), dalam fase ini lebih menonjolkan sistem demokrasi terpimpin, yang secara konstitusional sangat tidak relevan dan bahkan banyak hal-hal yang menyimpang dari sistem demokrasi. Dimana fase ini dikenal dengan pemerintahan tunggal yang artinya sistem kebebasan masyarakat dalam mengekspresikan kebebasan sangat terbatas.
  3. Fase Masa Republik Indonesia (MRI) III berlangsung sejak tahun (1965-1998).  Fase ini dikenal dengan sistem demokrasi Pancasila yang sistem pemerintahannya presidensial.
  4. Fase Masa Republik Indonesia (MRI) IV berlangsung sejak tahun (1998-dengan sekarang) dimana masa ini lebih menekankan pada kebebasan berdemokrasi dan menginginkan tegaknya keadilan atas perasaan di dalam sistem pemerintahan. Baik secara lokal, daerah dan pusat.

Jauh sebelum mengenal sistem demokrasi secara utuh, persepsi terhadap partai politik memiliki peranan yang sangat penting terhadap sistem pemerintahan Indonesia. oleh karena itu tidak heran apabila kebebasan berdemokrasi dijadikan sebagai alat atau wadah dalam membentuk organisasi baik kecil maupun besar (Partai Politik).

3. Pendekatan Pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia dalam Pendekatan Filantropi dan Negara Demokrasi.

Secara legal standing, partai politik memiliki peranan yang sangat penting dimana sifatnya sebagai “central of control Government “ oleh karena itu esensi dari sebuah partai politik adalah  wadah yang akan membentuk sisi perilaku, tindakan hingga etika dalam menciptakan pemimpin-pemimpin baru.  (Hasan and Sabri, 2011).  Apabila melihat Pendirian partai mahasiswa Indonesia yang sebelumnya Bernama partai Kristen Indonesia (Perkindo 1945) adalah sebuah partai yang secara notabene lahir dari perhimpunan masyarakat yang memiliki kesamaan dalam sisi idealisme. Mulai dari kesamaan agama, tradisi hingga tujuan dalam menciptakan suatu keteraturan yang berpihak kepada masyarakat secara terbuka. Konteks filantropi dalam menganalisis lahirnya partai mahasiswa Indonesia, dapat ditinjau dari dua faktor:

  1. Persepsi organisasi Mahasiswa yang kurang mendapatkan perhatian.
  2. Hadirnya kekecewaan atas dasar tidak berpihaknya sistem pemerintahaan saat ini kepada rakyat.

Berkaitan hadirnya partai mahasiswa Indonesia dapat ditelaah melalui pendekatan filantropi yang dikonsepkan oleh Latief, 2010; Robert Payton (1988) dalam (Arfandi, 2014) yang dimana, filantropi secara etimologi terbagi atas dua kata yaitu Philio (Cinta) dan Antropos (Manusia). Dimana didalamnya terdiri atas tiga kegiatan yaitu : (1) Kegiatan Pelayanan Sosial; (2) Asosiasi Sosial: (3) Derma Sosial. Pada hakekatnya tujuan filantropi dapat dikategorikan dengan dua perilaku yaitu : (a) Perilaku Kasih Sayang untuk bagaimana tidak mengulangi sebuah peristiwa yang  merujuk pada penderitaan; (b) Perilaku menginisiasi kesejahteraan kepada masyarakat atas dasar tidak berpihaknya sistem pemerintahan.

Dalam pendekatan filantropi, kita tahu bahwa, alasan yang paling utama mahasiswa saat ini membentuk partai dasari atas legal konstitusi keputusan kementerian hukum dan ham yang memberikan legal standing sahnya partai yang mereka dirikan.

Apabila dilihat berdasarkan histori sejarah bahwa, partai Kristen Indonesia merupakan partai yang sudah ada sejak kurang lebih fase masa Masa Republik Indonesia kisaran pada tahun 1945. Dalam hal pendirian partai politik hal yang sangat perlu ditekankan adalah urgensi kehadiran partai itu sendiri untuk siapa.

Partai politik merupakan bagian dari prosedrual yang berkaitan dengan “titah” atau yang disebut dengan amanah. Dari partai politik itulah akan melahirkan regenerasi kader yang akan dijadikan sebagai pioneer dalam memimpin bangs ini. Miriam Budiarjo mengemukakan bahwa partai politik merupakan alat ukur demokrasi. 

4. Demokrasi Dan Hak Kebeasan Dalam Politik

Kehadiran partai politik mahasiswa Indonesia merupakan cerminan dari tatanan sistem demokrasi. Neuman dalam buku “ Modern Political Parties” mengemukakan bahwa, Parpol merupakan sebuah wadah organisasi dari para aktivis yang membidik kekuasaan dalam pemerintahan serta membuat dukungan dari masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Pembentukan partai politik merupakan Amanah demokrasi yang sebenarnya. Miriam Budiarjo, (2018),  mengemukakan bahwa Fungsi dari demokrasi terhadap partai politik adalah:

  1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik.

Korelasi demokrasi dengan komunikasi politik adalah sebagai sarana memperkuat kekuatan ideologi.

  1. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Sosialisasi politik diidentikan dengan proses yang memiliki orientasi perubahan terhadap fenomena politik itu sendiri.

  1. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik.

Rekrutmen politik merujuk pada keterbukaan kesempatan yang sama bagi rakyat yang memiliki profesi yang berbeda mulai dari buru, petani, guru, pejabat dan lain-lain. Hadirnya sebagai sarana rekrutmen membuka peluang tentang hakekat demokrasi bagi mereka yang ingin berkecimpung dalam sistem poemerintaha. Oleh karena itu, pendirian partai mahasiwa Indonesia saat ini, sebenarnya adalah hal yang positif apabila tujuan dan ideologi yang ditanmakan kepada kader mereka mengenai konseo kemajuan bangsa indonesia.

  1. Sebagai Sarana Pengatur Konflik.

Prinsip dari kehadiran partai politik merupakan alat atau sistem control government”. Oleh karena itu demokrasi akan sangat terbantu dengan hadirnya partai politik yang tidak menyimpang dari konstitusi. Sehingga berdasarkan penjabaran diatas, dapat dimaknai bahwa, demokrasi sangat menjamin adanya kehadiran partai politik selama partai itu sesuai dengan koridor konstitusi.

Secara legal standing pendirian partai politik mahasiswa indonesia merupakan perubahan dari partai kristen indonesia 1945 sah secara hukum dan procedural. Adapun tujuan dari pendirian partai ini dalam pendekatan filantropi ialah, lahirnya sebuuah keresahan atas dasar kekecewaan kepeda sistem pemerintahan yang tumpeng tindi. Kehadiran partai ini juga turut dipengaruhi oleh kepentingan para elit politik yang ingin mendapatkan kekuasaan. Dengan adanya potensi inisiatif yang cenderung idealis yang tinggi maka aka partai mahasiswa indonesia akan berpotensi menjadi partai yang ambisius untuk mendapatkan kekuasaan dalam sistem pemerintahan.

Referensi

Arfandi, H. (2014) ‘Bukan Sekedar Filantropi ? Studi Kasus atas Motif dan Strategi Gerakan Filantropisme Muhammadiyah dalam Menopang’, Accelerating the world’s research.

Arfandi, H. (2020) ‘Motif dan Strategi Gerakan Filantropi Muhammadiyah’, Jurnal Muhammadiyah Studies, 1(1), pp. 127–155. doi: 10.22219/jms.v1i1.11413.

Budiarjo, M. (2018) Dasar-Dasar Ilmu Politik. 4th edn. Edited by IKAPI. jakarta: PT Gramedia pustaka Utama.

Hasan, H. and Sabri (2011) ‘Pelemahan Eksistensi Partai Politik Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011’, 2(2), pp. 571–581.

Partono (2008) ‘Sistem multipartai, presidensial dan persoalan efektivitas pemerintah’, Legislasi Indonesia, 5(1), pp. 13–28. Available at: https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/286/173.

Saputra, A. A. and Al-Hamdi, R. (2020) ‘Motif Politik dalam Kelahiran dan Pembentukan Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi)’, Politika: Jurnal Ilmu Politik, 11(2), pp. 163–182. doi: 10.14710/politika.11.2.2020.163-182.

Sugiono, P. D. (2016) metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.

 

 

Sunday 22 May 2022

Persepsi Politik dan Kesukuan Apakah Lazim?

 

Ariskan Husain
Studi S1 PPKn UNG

Secara teoritis, Kesukuan dianggap paradoks dengan nilai demokrasi karena lebih condong mengedepankan kepentingan dari kelompok yang memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras, atau etnisitas. Politik kesukuan juga diartikan sebagai tindakan politis dengan upaya-upaya penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, Penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar keprimordialan.

Lebih jauh, Politik kesukuan ( Tribal Properties ) juga ditafsirkan berbahaya karena akan berujung pada fasisme, bahkan lebih buruk lagi yaitu separatisme, dan masyarakat yang sudah terasimilasi berdasarkan identitas tertentu, dianggap dapat dengan mudah dimobilisasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin mencapai agenda politiknya.

Pimpred Andalasnews Allen Zondra, M.Sa. mengatakan, "Kalau ingin tau tingginya gunung didaki, kalau ingin tau dalamnya laut diselami, Jangan samakan suku kerinci dengan suku lain, Suku kerinci memiliki dimensi yang berbeda. Kalau soal fanatik mereka memang fanatik, tapi tidak dalam wilayah sempit. Artinya mereka masih sangat membuka diri untuk berdiskusi diruang publik selagi dalam konteks kemaslahatan bersama, catat itu !" Ujarnya.

Beliau juga menambahkan, "Suku kerinci juga sangat menjunjung tinggi nilai etika fluralisme. Diterimanya proposal ideologi demokrasi diwilayah mereka sejak awal indonesia dibentuk, adalah bukti bahwa mereka bukan suku yang fanatisme buta. kita juga harus pahami bahwa muatan-muatan nilai yang terkandung dalam adat kesukuan kerinci tidak hanya beroreantasi sebagai instalasi politik teknis semata, tetapi juga sebagai struktur percakapan etis." tambahnya.

 

"Dengan medium sastrawi yang telah digagas turun temurun oleh leluhur mereka, adalah pedoman kontekstual dan struktural yang mengajarkan mereka untuk hidup secara rasional. dalam melihat, mengenal, memahami dan menghayati nilai etika dan estetika didiri mereka dan dunia secara luas. Di dalam adat, “suasana” percakapan "Nilai" lebih diutamakan ketimbang fasilitas-fasilitas politik tekhnis (partai, parlementer, birokrasi)," Tambahnya lagi.

"Perundingkan adalah tata-cara bagi mereka untuk mencapai kepentingan bersama yang merujuk pada keadilan sebagai distribusi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, Nilai personal, pandangan moral komunal, sudah bisa mereka konversi kedalam tata bahasa politik bila ingin diajukan sebagai proposal publik. Artinya, Mereka tidak membantah bahwa keterbukaan dan kesetaraan di dalam Republik adalah elemen dasar dalam diskursus rasio publik. Adat mereka mengatakan "Dimano tamilang dicacak disitu talmen tumbuh, Dimano bumi dianyah disitu langit dijunjung, Dimano negeri ditunggu disitu adat dihuni" maknawi yang tersurat ini membuktikan bahwa cara pandang mereka tidaklah selalu bersifat absolutis..

kita ketahui bersama, suku kerinci terkenal dengan kekompakannya. Andai kata mereka sepakat untuk memilih paslon yang sama, menurut saya itu adalah hal yang legal dan sah dalam demokrasi. Mungkin mereka punya kalkulasi tajam, sebuah keprihatinan mendalam, dan ingin menuangkan solusi, ide, gagasan, agar keadilan dan kesejahteraan benar-benar bisa merata disetiap daerah prov gorontalo. Bagi saya itu positif, Dan kita mesti hargai itu.

Individualisasi Politik dan Pelembagaan Anehkah?

 

Farmin Yusuf
Studi S1 PPKn UNG

Dalam ilmu politik, salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami lebih jauh perkembangan partai politik (parpol) di Indonesia ialah melakukan kajian tentang pelembagaan yang telah berlangsung lama di dalam suatu parpol. Makna utama dalam pelembagaan parpol yang dimaksud ialah sebuah proses politik dalam pemantapan parpol, baik dalam wujud perilaku yang terpola maupun dalam sikap yang sering muncul secara reaktif dalam perilaku politik (political behavior) yang selalu berpengaruh langsung terhadap budaya politik (political culture) seseorang.

Dengan kata lain, problem utama tentang pelembagaan politik ialah sebuah sisi lain dari logika deontik yang selalu saja secara langsung berurusan dengan konsep-konsep kewajiban, permisibilitas dan nonpermisibilitas, ataupun suatu keharusan, kepatutan, kelayakan, ke dalam suatu sistem yang koheren atau berkesinambugan yang telah ditetapkan setiap partai politik.

Seluruh penetapan apa pun di dalam partai politik kini sebetulnya menjadi pedoman operasional partai, dalam seluruh perilaku politiknya yang terus berjuang untuk mempertahankan eksistensi partai di mata publik. Perilaku semacam ini selama ini terendap menjadi lingkaran budaya yang hadir untuk merespons sekaligus sebagai jalan untuk mengatasi 



kesulitan-kesulitan yang dihadapi publik dalam pengertian luas yang mencakupi kepentingan segenap warga negara.

Di sinilah, perilaku politik di setiap proses politik dari setiap parpol bisa menunjukkan sosoknya secara terang-benderang di mata publik. Perilaku dan proses politik Perilaku politik suatu bangsa sangat terkait dengan landasan filosofi negara beserta evolusi organ-organ kenegaraan. Selain itu, peran pemerintah yang dapat disebut sebagai aktor politik sentral, partisipasi dari warga negara, ditambah lagi dengan media massa yang terus mengembuskan isu-isu politik (political issues) dalam membentuk pendapat umum. Perilaku politik ini sangat menyatu dengan budaya politik baik dalam klasifikasi budaya politik yang terus menekankan aspek homogenitas atau uniformitas berbagai kebudayaan politik. Dengan demikian, sistem politik yang secara dominanlah merupakan cerminan kebudayaan partisipan warga negaranya.

Jadi, antara perilaku politik dan budaya politik terjadi semacam proses individualiasi politik yang mengemuka sebagai bagian langsung dalam perilaku politik setiap warga negara. Kedua hal ini, perilaku politik dan budaya politik, terjadi koeksistensi (berdampingan) dalam proses politik yang jika dikenali dan dijalankan dalam perilaku politik di dalam sebuah negara, tentu bisa berdaya ledak tinggi, baik ke dalam negeri sendiri ataupun secara keluar dalam relasinya dengan negara lain.

Kekuatan sebuah proses politik antarnegara bisa terjadi secara unik dan dapat memperluas jangkauan pengaruhnya terhadap negara lain secara mondial. Hal itu tecermin seperti dalam salah satu tesis dasar dari tokoh politik dunia, Mahatma Gandhi, yang mengatakan the weak can never forgive. Forgiveness is the attribute of the strong. An eye for eye only ends up making the whole world blind. Konteksnya ialah seorang lemah tidak dapat memaafkan.

Kemampuan untuk memaafkan hanyalah ada pada mereka yang kuat. Bila pencungkilan mata dibalas dengan pencungkilan mata, seluruh dunia akan menjadi buta. Dengan memaafkan, kita memperoleh energi yang luar biasa. Energi itu pula yang kemudian menjadi kekuatan kita yang bisa terus menambah semangat dan daya kita untuk terus berjuang demi kebajikan dengan cara yang bajik pula (dalam Thomas Tokan Pureklolon, Perilaku Politik, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020: 200-2001)

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/357044/partai-dan-pelembagaan-politik.html

Wacana Dan Politik Yang Tak Kunjung Pasti

 

Cilnawati Djuma
Studi S1 PPKn UNG

Saat ini politik indonesia dewasa ini seperti sedang mendominasi wacana di media. Layaknya gula yang sedang di kelilingi semut, seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik di Indonesia. hampir disetiap stasiun Televisi maupun surat kabar pasti dipenuhi dengan berita-berita politik terkini yang begitu hot. Namun kondisi politik yang terjadi justru saling mempertontonkan perebutan kekuasaan secara tidak sehat. Para penjabat yang memiliki kekuasaan telah melupakan masyarakat. Janji – janji yang dulu di buat justru dilupakan seiring dengan kursi kekuasaan yang telah diperoleh seolah tidak menerima dengan kemenangan dan popularitas sang rival, maka berusaha mencari kesalahan untuk dapat menggulingkan.

Saat ini bagi bangsa Indonesia politik merupakan entitas yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal ini dikarenakan prilaku para politikus yang tidak konsisten antara ucapan dan tindakan dilapangan. Politik kita terlalu banyak mempertontonkan konflik bahkan banyak mencampuradukan kepentingan politik dengan isu SARA, sehingga menimbulkan kekerasan  yang menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban, baik secara fisik maupun jiwa.

Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta negara ( korupsi ), baik ditataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Hal ini menyebabkan timbulnya sikap apatisme di masyarakat, sehingga mereka terjatuh kedalam jurang kehidupan yang pragmatis, hedonis, malas, bahkan banyak pula yang dijadikan sebagai masa bayaran untuk menjatuhkan salah satu kubu lawan politik. Padahal sejatinya dalam kehidupan politik memerlukan pemikiran yang cerdas serta kerja keras, bukan hanya asal gilas.

Pandangan masyarakat terhadap politik sedemikian negatif. Padahal, politik tidak lah seburuk yang dibayangkan dan dirasakan bangsa Indonesia. Politik hanyalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. sejatinya politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Di Eropa setiap guru dan dosen dibekali ilmu politik, sehingga mereka bisa mengajarkan bagaimana mereka bisa membuat keputusan terbaik. Dengan pendidikan politik, maka politik tidak menjadi tumpang tindih. Kesalahan di Indonesia politik masih tumpang tindih dan politik dipegang bukan oleh orang yang bukan bidangnya, sehingga hanya memikirkan keuntungan bukan kesejahteraan.

Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, maka politik dan pendidikan politik bagi negara dan bangsa Indonesia saat ini sangat strategis dan urgent, karena eksistensi sebuah Negara sangat ditentukan oleh sikap serta kedewasaan politik masyarakatnya. Saat ini diakui atau tidak orientasi politik bangsa Indonesia masih berorientasi ke arah barat khususnya Amerika ataupun negara maju lainya seperti Cina, bangsa kita belum berani dan percaya diri untuk menerapkan budaya politik sendiri.

Dalam kaitan pendidikan politik ini, A. Kosasih Djahiri (1995 :18) menyatakan bahwa “Pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga negara suatu negara untuk memahami mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada”. Sedangkan dalam Inpres No:12 tahun 1982 tentang pendidikan politik generasi muda (1982:2) dijelaskan bahwa: Pada prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan efesien.

Dengan demikian pendidikan politik berupaya merubah warga negara agar dapat memiliki kesadaran politik,  memahami dan memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada. Itu artinya memiliki kesadaran politik berarti memiliki keterpaduan aspek kogitif, afektif dan prikomotor dari individu, sehinga seluruh masyarakat Indonesia baik pemerintah maupun rakyatnya akan memiliki kesadaran dalam berpolitik.

Sejumlah peristiwa politik, perilaku elite politik, dan partai politik yang buruk adalah kenyataan politik Indonesia. Ketiga hal tersebut sesungguhnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung telah mendidik watak politik warga negara menjadi sebuah budaya. Misalnya, partai politik seharusnya membangun sistem politik yang mapan. Namun kenyataannya, partai politik selalu dikaitkan dengan seseorang. Misalnya, PDIP selalu dikaitkan dengan Megawati; GERINDRA dikaitkan dengan Prabowo; dan Partai Demokrat tidak bisa dipisahkan dari SBY, dan sebagainya. Padahal, politik yang dikaitkan dengan seseorang adalah Politik dinasti. Oleh karena itu, urgensi pendidikan politik di Indonesia saat ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi apalagi menunda sampai banyak korban berjatuhan akibat penerapan budaya politik yang tidak sehat.

Pendidikan politik harus segera digalakan kembali disetiap lini kehidupan, baik lewat intitusi pemerintah maupun non pemerintah; baik secara formal maupun nonpormal, sehingga permasalahan sosial yang begitu berbahaya seperti berita hoaxmanuver politik saling tikam, dan perpecahan akibat issue SARA bisa segera diatasi. Karena ketika pendidikan politik sudah berjalan dan dapat dipahami, maka setiap warganegara Indonesia akan turut membangun masyarakat dan negaranya, yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah. Selain itu, mereka akan aktif dalam usaha mendinamisir dan merenovasi lembaga masyarakat beserta system politiknya maka terciptalah warga negara yang baik dan pintar (good and smart cityzenship).

Dan yang terpenting adalah setiap sarana pendidikan politik yang ada, haruslah melaksanakan tuganya dengan baik yaitu mencerdaskan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan rakyat secara baik, bukan malah “menyesatkan atau membodohi” rakyat. Selain itu di dalam pelaksanaan pendidikan politik sebaiknya tidak dilakukan secara indoktrinatif. Sebab, dengan sosialisasi secara indoktrinatif akan menghasilkan pribadi yang kaku, fanatik, pandangannya sempit, mentalnya “dungu dan kacau”, sehingga kedepannya nanti perilakunya akan cenderung menentang hati nuraninya sendiri dan realita yang dihadapi, serta akan menentang kehendak dan aspirasi umum.

Karena sejatinya politik ini layaknya sebuah pisau. Bila pisau tersebut digunakan oleh ibu rumah tangga untuk memasak maka pisau akanlah sangat bermanfaat dan akan tersedia hidangan yang lezat untuk keluarga. Namun beda cerita bila pisau tersebut digunakan oleh pembunuh. Maka yang terjadi adalah sebuah kesedihan dan kesengsaraan yang terjadi. Begitu pula dengan politik, ia bisa menjadi sebuah alat untuk mencapai sebuah kebahagiaan atau malah menjadi sebuah alat penghancur yang mendatangkan kesengsaraan.

Friday 20 May 2022

PARTAI MAHASISWA INDONESIA VS MAHASISWA

 

Maryam Diki
Studi S1 PPKn UNG

Keberadaan Partai Mahasiswa Indonesia sebagai Salah satu dari 76 partai politik mengundang pro kontra dari berbagai kalangan.  Berbagai alasan dari setiap mahasiswa bahkan BEM Seluruh Indonesia telah meyampaikan penolakan terhadap partai politik ini. Pembentukan partai politik sebenarnya menjadi hak setiap orang, kelompok dan dilindungi oleh Undang-undang.

Partai Politik Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No.2  Tahun 2008  adalah  Organisasi  yang bersifat Nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,masyarakat,bangsa dan negara. secara sederhana  adalah sebuah organisasi yang dibentuk berdasarkan kumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan tujuan untuk mendapatkan sebuah kekuasaan Pemerintahan dan menjadi penghubung antara masyarakat sipil dan pemerintah.

Penolakan terhadap partai Mahasiswa Indonesia ini karena penggunaan nama “Mahasiswa” sebagai partai politik bertentangan dengan marwah mahasiswa yang notabenenya  independent dalam gerakan-gerakanya, dimana sebagai agent of control pun netral mahasiswa selalu menyampaikan bahwa apa yang menjadi gerakannya murni dan tanpa interpensi dari pihak manapun. Ini tentu sangat menggelikan, ketika tiba-tiba mahasiswa ikut terjun dalam politik praktis dimana berusaha untuk duduk dan mendapatkan kursi kekuasaan pemerintahan.

Sebagai sebuah partai politik, Partai Mahasiswa Indonesia bisa saja nanti akan dijadikan simbol gerakan mahasiwa seluruh Indonesia, dan suara partai ini akan jadi wakil suara mahasiswa  secara keselur uhan. Nah pertanyaanya, apakah semua mahasiswa berperan aktif dalam partai ini? Jika tidak, maka tidak seharusnya menggunakan penyembutan “Mahasiswa indonesia” sebagai nama partai.

Mahasiswa Seharusnya Menjadi kontrol politik bukan anggota partai politik, Penggunaan nama “Mahasiswa”  Nama Partai Politik  ini menganggu kemurnian gerakan mahasiswa itu sendiri. Apalagi cakupan Mahasiswa ini terdiri dari beberapa tingkatan mahasiswa.

Tidak hanya sampai disitu,  sangat tidak memungkinkan bagi mahasiswa yang notabenenya sementara menjalankan study di dunia perkuliahan untuk ikut dalam proses politik praktis. Pun aktivitas politik yang berusaha untuk mendapatkan kursi  kekuasaan  pemerintahan itu tidak sejalan dengan apa yang menjadi fungsi dan tujuan dari pada mahasiswa.

Gerakan Mahasiswa dan politikus itu adalah dua gerakan yang berbeda. Sederhananya Politikus berusaha mendapatkan kekuasaan pemerintahan sementara mahasiswa dengan independensinya mengontrol apa yang menjadi kebijakan pemerintahan.

Jadi, Kesimpulannya walaupun pembentukan partai politik itu dilindungi Undang-undang, Tetapi Perlu memperhatikan batasan-batasan tertentu agar tidak mengundang konroversi hingga memicu konflik.

Referensi.

Undang-Undang No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

Wikipedia “Sejarah Mahasiswa Indonesia”

 

 

 

 

 

 

 

Rekonsiliasi Akademisi Politik dan Mahasiswa dalam prespektif Undang-undang akan hadirnya partai baru : partai mahasiswa Indonesia.

Nabila
Studi S1 PPKn UNG

Partai politik merupakan organisasi yang mengoordinasikan calon untuk bersaing dalam pemilihan di negara tertentu. Pada dasarnya partai yang memiliki gagasan yang sama tentang politik dan partai, dapat mempromosikan tujuan ideologis dan kebijakan tertentu yang mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tak hanya itu kelompok partai politik juga mempuyai tujuan untuk mendapatkan kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik. Di indonesia terdapat 75 parpol dan hanya 32 parpol aktif yang hadir dalam negara demokrasi. Persaingan dalam merebut kekuasaan  antar partai politik menyebabkan munculnya perbedaan dan persaingan.

Isu-isu persaingan membuat gesekan perpecahan di partai politik. Isu ini tidak hanya dari kalangan parpol, hal ini juga berdampak pada masyarakat. Banyak dari golongan masyarakat serta mahasiswa yang menyurakan pendapatnya dan mengeluhkan keresahan. Dalam sejarah menunjukan bahwa dinamika bangsa ini tidak terlepas dari peran mahasiswa, seiring bertambahnya waktu ada yang tidak berubah dari mahasiswa yaitu semangat, idealisme, dan mempunyai cita-cita memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Dalam kurun waktu dua dekade terakhir, indonesia telah beberapa kali menghadapi persoalan kelangkaan minyak goreng.  Setelah di telusuri ternyata yang menjadi tersangka kasus Ekspor minyak goreng itu dilakukan oleh Dirjen Kemendag. Sangatlah miris ketika mengetahui tersangka yang tidak lain Dirjen Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana. Dari kasus tersebut menunjukan bahwa persosalan kebijakan pemerintah yang tidak pro masyarakat, hal ini tidak bisa didiamkan begitu saja.  

Pemerintah cenderung mengumbar janji-janji manis mereka saat kampanye saja, yang ketika terpilih seketika mereka lupa ingatan akan janji-jani yang pernah membuat masyarakat terbuai. Kasus kasus korupsi yang sering terjadi jika dibiarkan terus berkembangan akan menjadi kebiasan diperintahan disetiap priode. Sebelum terkuanya tersangka korupsi Ekspor minyak goreng, para mahasiswa turun menyuarakan aspirasi masyarakat yang berlangsung di depan gedung DPR/MPR RI , pada senin (11/04). Kasus yang kerap terjadi karna adanya oknum yang tidak bertanggung jawab dan tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat, selalu mendorong mahasiswa untuk turun demo.

Baru-baru ini mulai bermunculan partai baru jelang pemilu 2024 salah satunya partai mahasiswa indonesia. Apakah partai ini di dirikan untuk mengakomodasi mahasiswa dalam ikut serta lebih dalam lagi mengorek problematika yang selalu terjadi di negara ini ?. Pembentukan partai baru ini mendapatkan beberapa kritik dari akademisi politik salah satunya Ray Rangkuti, yang mengatakan mahasiswa seharusnya mengemban tanggung jawab sebagai kekuatan untuk mengkoresi pemerintahan yang berkuasa dan bukan malah memperebutkan kekuasaan melalui partai politik. Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain yang mengeritik.

Menurut saya dari beberapa gesekan perpecahan yang terjadi pada partai politik yang sudah ada sejak dahulu hingga sekarang, seharusnya partai politik bisa mengatasi perbedaan tersebut dengan mengambil jalan tengah dengan menghormati perbedaan, memperkuat pemahaman sesuai ideologi pancasila dan dapat menghargai pendapat dari parpol lain. Masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat sehingga membuat masyarakat menangis, mendorong mahasiswa meyuarakan suara rakyat itu sudah tepat.

Namun meskipun mahasiswa turut berperan menyuarakan bukan berarti hal itu dibisa dijadikan alasan oleh mahasiswa untuk membuat parpol baru yang apa lagi jika anggotanya didalamnya mahasiswa semua. Melihat dari Fakta yang ada partai mahasiswa indonesia merupakan perubahan dari Partai Kristen Indonesia 1945 berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI tertanggal 21 Januari 2022,” kata Baroto, Minggu (24/2/2022). Yang sebelunya mempunyai nama parpol Partai Kristen Indonesia, hal ini memuncul kan pertanyaan (Apakah nama parpol yang sebelumnya ingin maju dengan mengubah nama parpol dengan melibatkan mahasiswa didalamnya..? Ataukah Ada alasan lain ? ).

 Dalam undang-undang dasar setiap orang atau kelompok diberi hak untuk berkumpul dan mendirikan partai politik sesuai dengan aturan yang berlaku. “Memang tidak ada yang bisa melarang mahasiswa untuk mendirikan parpol dengan megatasnamakan mahasiswa” ujar Ray. menurut saya menjadi seorang mahasiwa itu hanya bersifat sementara dan menjadi seorang mahasiswa merupakan proses belajar ketika datang diperlukan dan pergi setelah selesai, walaupun seperti itu bukan berarti tidak boleh memberikan pendapat atau berkecimpung didalamnya. Hanya saja sebaiknya mahasiswa juga harus mengingat kembali apa peran mahasiswa dalam negara ini. Karena pada hakikatnya partai politik adalah institusi yang mengejar kekuasan. Banyak Akademisi Politik yang sependapat menegaskan ada perbedaan landasan yang mendasar antara gerakan mahasiswa dan partai politik. Dan sebaiknya mahasiswa tidak terjebak dalam politik praktis untuk memperebutkan kekuasaan dengan mengatas namakan kelompok.