Sri Megi Paduengo Studi S1 PPKn UNG |
Apabila kita terlisik,
perkembangan partai politik era reformasi belum menjadi institusi publik yang
memiliki tanggung jawab atau akuntabilitas terhadap pemilihnya. Pada masa Orde
Baru, partai politik menjadi “mesin” politik penguasa sehingga partai politik
lebih diarahkan pada kepentingan pelanggengan kekuasaan penguasa (status quo).
Ketika memasuki era reformasi, partai politik seakan-akan kaget dengan tuntutan
masyarakat yang besar namun tidak disertai dengan kelembagaan yang baik. Partai
politik dewasa ini belum memperlihatkan akuntabilitas kepada konstituen. Partai
politik pada era reformasi juga terjebak dalam bentuk oligarkis dalam proses
pengambilan keputusan strategis.
Kecenderungan selama ini
menunjukkan pengambilan keputusan partai politik bersifat tertutup dan hanya
ditentukan oleh sekelompok kecil elit partai. Keputusan tertinggi biasanya
berada pada seseorang atau sekelompok kecil elit partai saja. Persoalan
mekanisme internal dalam pembuatan keputusan dicirikan dengan sentralisasi
dalam pengambilan keputusan. Peran pengurus pusat masih dominan, dan terkadang
berbeda dengan aspirasi daerah. Terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi partai
(fungsi pendidikan politik, rekrutmen politik, komunikasi politik, artikulasi
dan agregasi kepentingan, serta fungsi penyelesai konflik).
keluhan yang muncul
adalah di mana partai politik belum melaksanakan fungsinya secara maksimal.
Dalam konteks ini sumber masalah belum terlaksananya fungsi-fungsi partai
politik tersebut adalah terkait dengan persoalan kelembagaan partai politik.
Paling tidak, ada tiga masalah berkaitan dengan kelembagaan partai politik,
yaitu: ideologi dan platform, kohesivitas dan manajemen konflik, serta
rekrutmen dan kederisasi.
Berkaca pada Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno putri
mengingatkan kepada kadernya kewajiban sebagai petugas
partai. "Kalian - Kalian ini adalah petugas partai. Jangan
lupa,kalian adalah petugas partai,tidak lagi sebagai pribadi-pribadi, "
kata Megawati dalam webinar,Minggu,30 Mei 2021. Kita ketahui bahwa, pada
tahun 2019 negara Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum pada Lembaga
Eksekutif.Dari Pemilihan tersebut Jokowi -Ma'ruf ditetapkan sebagai pemenang
pada kursi Eksekutif periode 2019 - 2024. Sedangkan pada kursi
Legislatif, Hasil akhir rekapitulasi pemilihan umum legislatif pada tahun 2019
PDI Perjuangan mendapatkan posisi pertama. Pada 1 Oktober 2019 telah dilantik
Pimpinan DPR RI periode 2019 - 2024 dari Fraksi PDI Perjuangan yaitu Puan
Maharani.
Dengan kemenangan yang diperoleh PDI Perjuangan pada Lembaga
Eksekutif dan Lembaga Legislatif menciptakan struktur pemerintahan dimana
kekuasaan berpusat pada sekelompok orang. Penyataan Ketua Umum PDI Perjuangan
Megawati Soekarnoputri menimbulkan kesimpulan dari masyarakat,bahwa walaupun
Jokowi dan Puan Maharani sudah menjadi Pejabat Negara,mereka tetap memiliki
status sebagai kader partai. Timbul suatu pertanyaan, apakah setiap kebijakan
yang keluar dari Pemerintah ada permainan dari Partau Politik?
Carl Schmitt dalam bukunya yang berjudul Verfassungslehre, membagi
konstitusi dalam empat pengertian dua diantaranya sebagai berikut. Pengertian
pertama mengenai konstitusi dalam arti positif,yang mengandung pengertian
sebagai keputusan politik yang tertinggi tentang sifat dan bentuk suatu
kesatuan politik yang disepakati oleh suatu negara. Pengertian kedua mengenai
konstitusi dalam arti ideal. Disebut demikian karena ia merupakan idaman atau
cita-cita (golongan borjuis liberal ) agar pihak penguasa tidak berbuat
sewenang-wenang terhadap rakyat.
Dengan teori dari Carl Schmitt mengenai konstitusi adanya sifat
ketidaksesuaian dengan penyataan Ketua Umum PDIP. Seharusnya kader partai yang
sudah menjadi pejabat negara di Lembaga Eksekutif atau Lembaga Legislatif sudah
menyerahkan seluruh tanggungjawab kepada rakyat yang memiliki kedaulatan di
negara Indonesia. Penyataan Megawati membawa kepada keabsolutan pada kekuasaan,
dua lembaga sudah dipimpin oleh kadernya dan masih juga ingin keterlibatan
dalam berbangsa dan bernegara harus adanya keterlibatan partainya. Kekuasaan
tertinggi pasca reformasi terdapat pada konstitusi atau partai politik? kalau
sudah begini apakah masih pantas kelompok - kelompok mereka yang katanya
demokratis, pancasilais, tetapi dalam implementasi menganut sistem autokrasi
memimpin negara ini.
Sumber Bacaan : Schmitt, Carl.1954.verfassungslehre.Germany:Dunker
and Humblot
1 comment:
Good👏
Post a Comment