Friday 29 April 2022

APAKAH MUNGKIN 3 PERIODE PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Nurlela Harun
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo

Salah satu pembatasan kekuasaan negara yaitu pembatasan terhadap masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Pada mulanya, ketentuan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal 7 UUD 1945, namun pengaturan tersebut tidak diikuti oleh pengaturan batasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. Sehingga pada praktiknya menimbulkan kondisi Presiden yang sama dipilih kembali secara terus menerus, tanpa mengindahkan sistem pembatasan kekuasaan sebagai suatu prinsip dasar negara berdasarkan Konstitusi (Konstitusionalisme).[1] Contohnya adalah terpilihnya Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut. Kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden yang terus menerus ini selain menghambat regenerasi kepemimpinan juga berpotensi untuk disalahgunakan.

Ketentuan Pasal 7 UUD 1945 sebelum perubahan menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih untuk masa jabatan lima Tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali merupakan ketentuan yang dapat ditafsirkan memberikan peluang kepada Presiden untuk terus menduduki jabatannya karena tidak ada pengaturan batasan masa jabatan yang jelas. Selama praktik penyelenggaraan negara baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun Soeharto digunakan sebagai dasar hukum untuk memperluas dan mempertahankan kekuasaannya. Dengan demikian dalam UUD 1945 sebelum perubahan belum sepenuhnya menerapkan paham Konstitusionalisme karena tiadanya pembatasan masa jabatan Presiden yang berkaitan erat dengan kekuasaan Presiden.

Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga detik ini. Media masa, baik elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan berbicara yang membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk beluk yang terkait dengan kepemimpinan.[2] Pemimpin hadir untuk menjaga hidup bersama. Pemimpin dibutuhkan supaya setiap pribadi terlindungi hidup dan asanya. Namun, adakalanya pemimpin justru menjadi kendala bagi masyarakat. Mengapa demikian ? kita lihat sekarang ini marak-maraknya berita tentang perpanjangan masa jabatan presiden joko widodo yang menimbulkan pro dan kontra dikalangan pemerintah maupun masyarakat. Meskipun sebagian besar menganggap bahwa rencan itu membawa demokrasi mundur ke belakang. Pada dasarnya melihat pro kontra tentang wacana jabatan presiden 3 periode sebenarnya wajar, apalagi dalam negara demokrasi. Semua pendapat sama dan dijamin oleh konstitusi. Soal mana yang baik, dan mana yang  buruk itu lain perkara.  

Karena pada dasarnya kepemimpinan yang dipimpin oleh seseorang bisa dikendalikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, contoh kecilnya dari ribuan program pemerintah dari rakyat untuk rakyat seperti bantuan-bantuan yang telah diprogramkan oleh masing-masing instansi, masi saja bisa dikuliti oleh mereka-meraka yang terlalu bersifat serakah, apalagi dilihat dampak dari pandemi covid -19 ini rakyat sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah.

Keluar dari contoh yang diatas, munculnya wacana perpanjangan atau penambahan jabatan presiden adalah fenomena yang langkah, Mengapa ? Karena patut di ingat, saat reformasi sekitar 24 tahun yang lalu, semua golongan sebenarnya sudah sepakat untuk membatasi jabatan presiden dua periode saja. Jabatan presiden lebih dari 2 periode dikhawatirkan akan mengulang kesalahan suharto dan orde barunya berkuasa. Kekuasaan menjadi tak terbatas dan negara hanya dimonopoli oleh segelintir kelompok yang berkedok pemerintah untuk rakyat.[3]

Awal mula dari rencana perpanjangan jabatan presiden atau Joko Widodo tiga periode itu datang dari kalangan politikus pendukung pemerintah. Kemudian di ikuti oleh mereka-meraka yang berada disekitaran Presiden Jokowi. Wacana tersebut kembali di utarakan pada saat pertemuan kelompok Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) organisani kepala desa. Hal ini mengakibatkan berbagai polimik yang terjadi dikalangan masyarakat, karena bisa kita lihat bahwa perpanjangan jabatan presiden tiga periode ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Tetapi dalam rencana perpanjangan masa jabatan yang marak sekarang ini menimbulkan berbagai spekulasi bahwa ada oknum-oknum yang mendompleng wacana itu untuk menjatuhkan nama presiden dan bisa juga diartikan mereka memanfaatkan momentum itu untuk kepentingan pribadi.

Pada dasarnya ada beberapa tokoh pemerintah yang menyatakan bahwa “ Perubahan UUD memang bisa terjadi melalui 'konvensi ketatanegaraan'. Teks sebuah pasal tidak berubah, tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks. Contohnya adalah ketika sistem pemerintahan kita berubah dalam praktik dari sistem Presidensial ke sistem Parlementer pada bulan Oktober 1945. Perubahan itu dilakukan tanpa amandemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan dan diterima oleh rakyat.”

Bisa kita lihat dibeberapa pernyataan yang di lontarkan oleh Bapak Presiden Jokowi menegaskan, sejak awal ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi. Karena itu, masa jabatannya dibatasi 2 periode saja. Ia menegaskan tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama 3 periode.Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi.

Berdasarkan Beberapa Wacana Diatas Maka Dapat Diambil Kesimpulan  Sebagai Berikut:

Perkembangan Pengaturan Pembatasan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Yang Pertama Dilihat Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Sebelum Amandemen Pengaturan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Terdapat Dalam Pasal 7 UUD 1945, Merujuk Pada Pasal 7 UUD 1945 Tersebut Dapat Diketahui Bahwa Rumusan Pasal Tersebut Hanya Mengatur Terkait Masa Jabatan Presiden, Namun Tidak Memberi Batasan Yang Konkret Terkait Batasan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia. Pembatasan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Sangat Dibutuhkan Karena Berangkat Dari Sejarah Pemerintahan Jika Dipimpin Dengan Pemimpin Yang Sama Dalam Jangka Waktu Yang Panjang, Maka Akan Menimbulkan Pemerintahan Yang Otoriter Dan Absolut, Maka Diberikan Batasan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Untuk Menghindari Pemerintahan Yang Otoriter Dan Absolut, Sehingga Presiden Yang Menjabat Tidak Akan Dapat Menduduki Jabatan Yang Sama Setelah Dua Periode Menjabat.

Sumber Bacaan : 


[1] Bagir Manan, , Teori dan Politik Konstitusi, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2001 Hlm.7.

[2] Danim,Sudarman,MotivasiKepemimpinan dan Evektifitas ( Jakarta : PT. Rineka Cipta Utama 2004 )

[3] https://www.liputan6.com/global/read/438 5938/alasan-presiden-as-hanya-bisamenjabat-selama-10-tahun-dalam-duaperiodeDiakses Tanggal 19  april 2022 

AROGANSI SEORANG PEMIMPIN ORGANISASI ADALAH SUATU PERTANDA TIDAK KOMPETEN DAN TIDAK LAYAK

Rio Robot
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo

Studi yang sempat dipublikasikan oleh jurnal beberapa media dan tabloid menunjukkan bahwa pembaca yang mengakui, tidak selalu benar dan bersedia berubah pikiran jika terbukti salah ditemukan menjalani kepemimpinan dengan bijak serta efektif sesuai dengan berbagai tanggapan atas hal tersebut.

Sebaliknya, pemimpin organisasi yang selalu merasa benar justru menunjukkan sikap negatif selama menjalani tugas menjadi ketua di sebuah tim kerja organisasi.

Hasil responden dan tanggapan ini pun dikuatkan oleh pendapat lain yang ditayangkan oleh hasil survei secara langsung yang menyatakan bahwa jumlah adanya permasalahan terkait organisasi sangat rendah pada organisasi yang dipimpin oleh seorang profesional yang rendah hati dan tidak sombong.

Selain itu Andy juga menjelaskan, dengan pemimpin yang rendah hati menghasilkan kepuasan para anggota organisasi dan publik akan memaksimalkan tugas yang tinggi, performa kegiatan kelembagaan akan menguat, dan solidaritas para anggota organisasi yang tinggi.

“Pemimpin yang arogan terlalu bodoh untuk mengakui kesalahan mereka. Artinya, mereka merasa apa yang mereka lakukan selalu benar. Kenyataannya, mereka tidak tahu bahwa apa yang mereka tahu itu sedikit dan tidak penting,”

Mudah marah, kasar, dan arogan dalam bersikap merupakan tanda-tanda seseorang yang tidak kompeten dalam memimpin sebuah tim kerja.

Setidaknya begitulah hasil studi yang dipublikasikan oleh Washington Post berdasarkan pernyataan dari seorang psikolog bernama Ashley Merryman.

Merryman menuliskan bahwa pemimpin yang rendah hati lebih efektif dan produktif dalam bekerja.

Dia menambahkan bahwa sikap arogan dan kasar tidak menjadi kriteria psikologis yang ideal untuk menjadi seorang pemimpin.

Studi yang sempat dipublikasikan oleh jurnal Personality and Individual Differences menunjukkan bahwa responden yang mengakui, tidak selalu benar dan bersedia berubah pikiran jika terbukti salah ditemukan menjalani kepemimpinan dengan bijak serta efektif.

Sebaliknya, pemimpin yang selalu merasa benar justru menunjukkan sikap negatif selama menjalani tugas menjadi ketua di sebuah tim kerja.

Studi yang melibatkan 155 partisipan ini meminta mereka untuk membaca 40 daftar pernyataan.

Kemudian, partisipan diminta untuk mengidentifikasikan pernyataan tersebut yang hadir dalam 60 kalimat.

Ternyata, partisipan yang rendah hati lebih cerdas dan cepat dalam menemukan 40 pernyataan dalam sejumlah kalimat.

Namun, partisipan yang arogan bersikeras bahwa hasil mereka yang salah itu adalah jawaban paling benar.

Hasil studi ini pun dikuatkan oleh studi lain yang ditayangkan oleh Journal of Management yang menyatakan bahwa jumlah karyawan yang keluar masuk sangat rendah pada perusahaan yang dipimpin oleh seorang profesional yang rendah hati dan tidak sombong.

Selain itu, perusahaan dengan pemimpin yang rendah hati menghasilkan kepuasan karyawan bekerja yang tinggi, performa bisnis menguat, dan solidaritas karyawan yang tinggi.

“Pemimpin yang arogan terlalu bodoh untuk mengakui kesalahan mereka. Ini dinamakan Duning-Krueger Effect. Artinya, mereka merasa apa yang merek lakukan selalu benar. Kenyataannya, mereka tidak tahu bahwa apa yang mereka tahu itu sedikit dan tidak penting,” urai Jessia Collet, seorang asisten profesor dari University of Notre Dame

Kepemimpinan Arogan

Arogan didefinisikan sebagai sebuah perasaan yang menjadikan seseorang merasa paling hebat (superior) dibanding orang lain. Sifat ini dimanifestasikan ke dalam tindakan yang angkuh, congkak, pongah dan suka memaksakan kehendak.

 

pemimpin atau leader yang tidak berhasil dalam menerapkan nilai-nilai positif di dalam kepemimpinannya dan cenderung memprioritaskan kepentingan pribadinya daripada kepentingan bersama. Gaji tinggi, jabatan oke, perusahaan yang bonafit, rekan-rekan kerja yang ramah dan baik, lingkungan

Tidak bersikap adil. Tidak bijaksana. Tidak bersikap secara profesional. Masih mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan Bersama

1. Selalu memaksakan kehendaknya.

2. Tidak bisa menerima saran dan kritik dari orang lain.

3. Selalu merasa dirinya benar.

4. Tidak memiliki perilaku yang baik dan menyalahkan orang lain.

5. Tidak bertanggung jawab.

 

Sumber Bacaan : Utaminingsih, A. (2014). Perilaku Organisasi: Kajian Teoritik & Empirik Terhadap Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Kepercayaan dan Komitmen. Universitas Brawijaya Press.

 

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU PADA SMA NEGERI 1 TIBAWA

Sri Yulan S. Diu
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo

    Sumberdaya manusia Indonesia dapat meningkat jika kualitas pendidikan juga dapat ditingkatkan.Pernyataan tersebut senada dengan penjelasan Irianto (2009) bahwa peningkatan kualitas SDM ternyata tidak dapat dilakukan kecuali hanya melalui pendidikan.Pendidikan merupakan sarana paling tepat atau strategi jitu yang dapat meningkatkan sumber daya manusia.Intervensi kebijakan melalui pendidikan merupakan intervensi terhadap manusia. Dalam Human Capital Theory setiap intervensi pada diri manusia melalui pendidikan akan memberikan nilai balik tidak hanya pada inividu yang mendapatkan pendidikan, tetapi juga pada lingkungan sosial dari individu tersebut (Indiryanto, 2013). Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidik juga sangat penting. Umumnya masyarakat hanya mendukung lewat dana, bukan pada proses penyelenggaraan pendidikannya. Masyarakat sepenuhnya percaya kepada sekolah (Dally, 2010). Kualitas kepala sekolah dalam memimpin sekolah sangat menentukan kualitas output sekolah. Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, kepala sekolah harus melakukan pengelolaan dan pembinaan sekolah melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan kepemimpinan atau manajemen.Sehubungan dengan hal itu, kepala sekolah memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas praktik pengajaran dan pencapaian belajar peserta didik di sekolah. Kepala sekolah yang baik tentu akan membawa energy positif yang baik bagi perkembangan sekolah. Berdasarkan hasil observasi awal penelitian di SMA Negeri 1 Tibawa, kepala sekolah di kedua sekolah tersebut memiliki kemampuan kepemimpinan yang memadai.Terlihat dari prestasi dan kinerja guru, sekolah tersebut lebih unggul daripada sekolah lainnya di Kabupaten Gorontalot.Namun ada beberapa guru yang mendapatkan perhatian khusus kepala sekolah karena sering izin dan performa mengajarnya masih kurang maksimal.Kepala sekolah SMA Negeri 1 Tibawa mampu merangkul dan mendorong dewan guru untuk melaksanakan tugas dengan maksimal, memotivasi siswa untuk terus berprestasi, dan menjalankan program-program sekolah dengan baik.Guru-guru yang bermasalah hanya sebagian kecil, satu-dua orang guru saja yang tentu tidak mewakili keseluruhan guru di sekolah tersebut. Dari paparan di atas,saya tertarik untuk meneliti tentang kualitas pendidikan dari sisi kepala sekolah dan kinerja guru. Dua faktor tersebut merupakan bagian kecil dari masalah pendidikan Indonesia. Dengan harapan dapat memperkaya khazanah keilmuan pendidikan dan menawarkan solusi terhadap permasalahannya.Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis karena pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia. Kemudian kualitas pendidikan juga ditentukan oleh beberapa faktor penting yang salah satunya adalah kepala sekolah.Peran strategis pendidikan melibatkan kepala sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan, memastikan pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik.Oleh karena itu, kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin sangat penting.

Dari hasil observasi yang menilai tiga aspek utama, yaitu: (1) kurikulum; (2) kesiswaan; (3) sarana dan prasarana, ditemukan bahwa kurikulum di SMA Negeri 1 Tibawa, yaitu: minggu efektif, program tahunan, program semester, silabus, KKM, dan RPP sudah disusun dengan bagus. Kegiatan dapat dilaksanakan dengan maksimal mungkin.Peneliti memperhatikan kurikulum tersebut dan memberi penilaian sesuai dengan lembar observasi yang telah disusun dalam penelitian ini.

Selanjutnya aspek kesiswaan di SMA Negeri 1 Tibawa, yaitu penerimaan siswa baru dilakukan dengan sangat bagus karena pendaftaran siswa baru dilakukan secara online. Calon siswa diharuskan mendaftar melalui akun khusus yang disediakan untuk proses pendaftaran. Dan seluruh proses pendaftaran tidak dipungut biaya. Selanjutnya, Layanan bimbingan dan penyuluhan di SMA Negeri 1 Tibawa juga sangat bagus. Setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk menerima konseling. Apalagi sekolah ini menerapkan sistem asrama (boarding) sehingga perhatian guru terhadap setiap masalah siswa lebih intensif. Dari sisi pengelolaan siswa dalam kelas, sekolah ini juga sangat bagus.Satu kelas berisi kelompok 30-35 siswa. Kemudian aspek sarana dan prasarana SMA Negeri 1 Tibawa secara umum mencapai hasil yang maksimal dari penilian saya. Jika dilihat dari penentuan kebutuhan, proses pengadaan, dan pemakaian sarana dan prasarana SMA Negeri 1Tibawa sangat bagus karena mengacu pada Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang disusun oleh Kepala Sekolah. Dan untuk hal pencatatan/pengurusan dan pertanggung jawabannya sudah bagus Karena setiap unit sarana dan prasarana memiliki jurnal pemakaian dan kondisinya, SMA Negeri 1 Tibawa memiliki berita acara penggunaan sebagai bentuk pertanggung jawaban tertulis penggunaan sarana dan prasarana. Dalam hal pertanggung jawaban, sekolah ini sudah bagus karena Kepala Sekolah sudah membuat dokumen laporan pertanggung jawaban. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dengan pedoman wawancara tentang kurikulum, kesiswaan, dan prasarana di SMA Negeri 1 Tibawa, Kepala sekolah menerangkan bahwa kurikulum yang digunakan di SMA Negeri 1 Tibawa adalah Kurikulum Tahun 2013. Guru menyusun perangkat pembelajaran secara berkelompok dengan guru bidang studi. Semua program yang direncanakan oleh guru sesuai dengan kurikulum.Pembagian tugas mengajar kepada guru dilakukan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum.Kepala sekolah mengadakan rapat pembagian tugas guru disetiap awal semester.Semua program tidak terlaksana dengan maksimal karena berbagai kendala, seperti belum dipahami sepenuhnya implementasi kurikulum 2013. Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tentang kesiswaan di SMA Negeri 1 Tibawa ditemukan bahwa daya tampung siswa baru di sekolah ini adalah 350 siswa. Seleksi siswa baru dilakukan melalui 3 tahap, yaitu: seleksi akademik, seleksi wawancara, dan seleksi kesehatan. Proses seleksi menggunakan sistem gugur pada setiap tahapannya. Orientasi siswa baru juga dilakukan dengan melibatkan organisasi siswa intra sekolah dan dilanjutkan dengan martikulasi. Penempatan siswa baru dilakukan secara randomized system. Satu kelas berisi siswa dengan kemampuan beragam. Selain itu, siswa dengan tingkat IQ yang tinggi akan ditempatkan dalam kelas akselerasi. Kedisiplinan siswa diatur melalui Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan dengan menerapkan sistem punishment.Pembinaan siswa dilakukan melalui guru wali kelas, guru bimbingan dan konseling, dan guru asrama (boarding). Hasil wawancara tentang sarana dan prasarana dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Tibawa ditemukan bahwa buku yang digunakan siswa sudah cukup dan tersedia beberapa buku penunjang di perpustakaan sekolah demikian juga dengan guru. Penggunaan media pembelajaran sudah menggunakan technology-based media. Perawatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana dilakukan secara berkala melalui Wakil Kepala Sekolah bidang Sarana Prasarana.BOS disusun secara bersama dengan para Wakil Kepala Sekolah demikian juga RKAS dan RKS setiap tahunnya

Berdasarkan informasi temuan di atas, maka beberapa poin penting dapat dikaitkan dengan bagaiamana kepemimpinan kepala sekolah SMAN 1 Tibawa sebagai berikut:

 Pertama, merujuk pada pernyataan Kartono (2005: 153) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu usaha yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan usaha kooperatif dalam mencapai tujuan yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, kepala sekolah di SMAN 1 Tibawa telah menjalakan aspek kepemimpinan dalam rangka mencapai tujuan yang sudah direncanakan.Kepala sekolah telah melakukan upaya-upaya dalam rangka membangun sekolah yang unggul. Namun demikian, kepemimpinan adalah kemampuan dan kompetensi yang dimiliki seseorang, baik hard skill maupun soft skill untuk mempengaruhi seluruh sumber daya yang ada agar mampu mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (Karwati dan Priansa, 2013: 270).Oleh karena itu, kepemimpinan adalah sesuatu yang dapat dikembangkan melalui pelatihan atau upaya peningkatan kapasitas kepemimpinan kepala sekolah. Jika dilihat dari segi gaya kepemimpinan Kepala SMA Negeri 1 Tibawa dapat disimpulkan kepala sekolah SMAN 1 Tibawa memiliki gaya otokratis,. Menurut Nawawi (2006: 115) Kepemimpinan otokratis dilaksanakan dengan kekuasaan berada di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang diantaranya selalu ada seseorang yang menempatkan dirinya sebagai yang paling berkuasa. Pemimpin tertinggi bertindak sebagai penguasa tunggal. Pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin. Jelaslah bahwa di SMAN 1 Tibawa guru-guru telah memiliki kinerja yang baik sesuai standar.Content knowledge yang dimiliki sudah sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.Behavioral skill yang dimiliki juga cukup baik.kemudian human relation skill juga lebih unggul dari pada sekolah-sekolah yang lain. Penilaian kinerja guru merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengetahui atau memahami tingkat kinerja guru satu dengan tingkat kinerja guru yang lainnya atau dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga dimungkinkan memiliki tugas-tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah. Penilaian kinerja guru di SMA Negeri 1 Tibawa telah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.Pengelolaan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru menguasai kompetensi yang dikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional.

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Kepemimpinan kepala sekolah SMA Negeri 1 Tibawa bergaya otokratis. 2. Kepemimpinan kepala sekolah SMA Negeri 1 Tibawa mampu meningkatkan kinerja guru di masing-masing sekolah. Hal ini terbukti dari kurikulum, kesiswaan, sarana prasarana dan prestasi belajar siswa yang berjalan dengan baik dan sesuai standar kinerja guru. 3. Tanggapan atau respon guru terhadap pendekatan kepemimpinan yang dilakukan kepala sekolah di SMA Negeri 1 Tibawa cukup baik.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saya mengajukan beberapa saran kepada beberapa pihak sebagai berikut: 1. Disarankan kepada seluruh kepala sekolah di Kabupaten Gorontalo agar dapat menemukan gaya kepemimpinannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di sekolah. Kepemimpinan ini penting agar kinerja guru dapat meningkat seperti yang dilakukan di SMA Negeri 1 Tibawa. 2. Disarankan kepada guru-guru di SMA Negeri 1 Tibawa agar senantiasa menjalankan kewajibannya sesuai dengan standar kinerja guru dan arahan kepala sekolah. Serta selalu dapat bekerja sama menjadi role model bagi guru sekolah lainnya di KabupatenGorntalo. 3. Disarankan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo agar dapat melakukan diseminasi kepemimpinan kepala sekolah di Kabupaten Gorontalo, agar semua kepala sekolah di Kabupaten Gorontalo memiliki jiwa kepemimpinan yang handal dalam meningkatkan kinerja guru dan performa sekolah. 

Sumber Bacaan :

Dally, D., 2010. Balanced Score Card: Suatu Pendekatan dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung:

Rosda. Hal III. Indiryanto, B., 2013. Pendidikan Menengah Universal untuk Mempersiapkan Generasi Masa Depan. dapat diakses melalui http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/ artikel-pmu-bambang-indriyanto, diakses pada 20 April 2014. Hal 1.

Irianto, Y. B., 2009. Pokok-pokok Pikiran dalam Pengkajian Teori & Praktek Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Kependidikan. Disajikan pada Seminar Nasional Pembangunan Masa Depan Pendidikan Aceh yang Bermutu Melalui Profesionalisme Tenaga.

Hal 3. Kartono, K., 2005. Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan Abnormal itu? Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Karwati, E., & Priansa, D.J. 2013. Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah: Membangun Sekolah yang Bermutu. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Nalasatria, D.F., 2013. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kinerja Guru: Bukti Empiris dari Sekolah Menengah Atas Hang Tuah I Surabaya.

Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, (1)2: 179-202. Mulyasa, E., 2013. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosda. Sagala, S., 2010.

Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suparlan. 2013. Manajemen Berbasis Sekolah: dari Teori sampai dengan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. Suradji, G., & Martono, E., 2014.

Ilmu dan Seni Kepemimpinan. Bandung: Pustaka Reka Cipta. Usman, H., 2013. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

 

 

URGENSI REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA PERIHAL PEMBANGUNAN DESA

Nurlaelasari Abdullah
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo

Disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa optimisme penciptaan pembangunan desa yang mampu mewujudkan kemandirian desa. Namun dalam realitasnya UU Desa belum mampu mewujudkan tujuan tersebut. Malah menunjukan bahwa substansi UU Desa tidak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada desa dalam pembangunan secara lokal-partisipatif, bahkan UU Desa masih memberikan peluang bagi dominasi pemerintah daerah dalam proses pembangunan desa yang tengah dilaksanakan. Aturan yang ada menjadikan desa sibuk dengan kewajiban administratif dalam pembangunan desa. Implikasinya, meskipun posisi desa bukan lagi menjadi struktur pemerintahan vertikal di bawah pemerintah Kabupaten/Kota, campur tangan pemerintah Kabupaten/Kota mengakibatkan distraksi terhadap kewenangan pembangunan desa yang seharusnya dijalankan penuh oleh pemerintah desa. Permasalahan tersebut mengkonstruksikan dorongan secara substansi untuk merevisi UU Desa, khususnya pengaturan tentang kewenangan pembangunan desa.

Meskipun UU Desa telah memberi suatu kerangka regulatif bagi terlaksananya proses pembangunan desa secara mandiri mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi yang mana desa dijadikan sebagai subjek dalam keseluruhan prosesnya, namun UU Desa tidak mampu menjadi jawaban atas semua permasalahan dan tuntutan yang selama ini diperjuangkan bagi terwujudnya otonomi desa beserta segala hak-hak yang dahulu dimilikinya, khususnya dalam pembangunan desa. Bahkan beberapa pasal yang ada dalam UU Desa justru mendistorsi kewenangan desa yang hakekatnya sudah menjadi institusi yang bertanggungjawab dalam pembangunan desa.

Prinsip hukum UU Desa yaitu memberikan kewenangan kepada desa untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, termasuk dengan memberikan kewenangan pembangunan kepada desa dari yang sebelumnya merupakan kewenangan pemerintah daerah. Namun secara substantif terdapat beberapa klausul dalam UU Desa yang justru tidak sejalan dengan prinsip pembangunan desa skala lokal yang merupakan kewenangan pemerintah desa, sehingga tujuan pembangunan yang ingin menghadirkan kesejahteraan dan kemandirian desa sulit untuk dicapai. Permasalahan tersebut mengkontruksikan adanya urgensitas akan perubahan terhadap UU Desa agar sejalan dengan prinsip pemberian kewenangan pembangunan di tingkat desa yang mana desa memiliki hak yang utuh dalam pembangunan desa. Penulis berpendapat setidaknya terdapat 2 (dua) tujuan utama yang ingin dicapai dari keinginan mengembalikan kewenangan mengurus rumah tangga sendiri kepada desa, yaitu: Pertama, dilihat dari sejarah keberadaan desa yang sejak dalam penjajahan Hindia-Belanda sudah diberikan hak otonom dalam mengatur rumah tangganya sendiri, sehingga memunculkan pandangan bahwa adanya pelimpahan kewenangan penyelenggaraan rumah tangga dari suprastruktur desa (pemerintah Kabupaten/Kota) kepada pemerintah desa dalam konteks saat ini merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan negara atas eksistensi desa. Kedua, adanya keinginan untuk mewujudkan kemandirian desa, mengingat desa dalam perkembangannya diposisikan sub-ordinat dari pemerintah daerah yang berimplikasi selain kepada bergantungnya desa kepada pemerintah daerah juga kepada berkurangnya kemandirian desa dalam mengatur rumah tangganya sendiri.

Sumber Bacaan : https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2014/uu6-2014bt.pdf

 

RUSLI HABIBIE JANJI PERJUANGKAN KABUPATEN BONE PESISI

Cindriyani Isa Pakaya
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo

Hingga akhir masa jabatannya pada 2022, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie berjanji akan terus memperjuangkan keinginan rakyat. Dengan kata lain, melindungi pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Kabupaten Bone Pesisir yang terletak di pesisir selatan Gorontalo.

Hal tersebut membuat Rusli Habibie saat penyerahan Bantuan Pangan Langsung  Pemerintah Negara Gorontalo (BLP3G) pada Rabu (12 Agustus 2021) untuk warga empat kecamatan terdampak Covid 19 di Kabupaten Bone Bolango. Terbagi menjadi  lima daerah yang diusulkan menjadi DOB termasuk ialah Bone Pesisir. Dalam pemaparannya, memasuki kota terlebih dahulu sebelum sampai di pusat pemerintahan cukup jauh dari Pantai Bone Pesisir. Menunjukkan jangkauan kota terlebih dulu setelah itu sampai pada tujuan pusat pemerintah.

 “Kami berharap upaya kami didengar oleh pemerintah pusat dan terus berjuang,” kata Rusli Habibi. Ia meminta seluruh panitia membentuk daerah otonom baru, khususnya tulang pantai, dan mempersiapkan segala sesuatunya.

 “Panitia II diketuai langsung oleh Pak Dolly Kurnia. Beliau adalah teman saya dari Fraksi Golkar. Nanti di sini, Pesisir Bone Pesisir sangat kaya akan sumber daya alam dan layak menjadi daerah otonomi baru. Harus ditunjukkan. Saya dan Park Idris akan menyelesaikan posisi dalam enam bulan tersisa, tetapi akan terus berjuang untuk tulang belulang pantai,” jelas Rusli Habibi. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dan yang terpenting, maksimalisasi vaksinasi. Sebaran BPLP3G di

 Kabupaten Bone Bolango meliputi empat kecamatan. Dari rinciannya yaitu Kecamatan Bone Pantai Rata - rata sebanyak 686 KPM, Kecamatan Bulawa menjadi 1.226 KPM, kecamatan Bone Raya Dibagi menjadi 632 KPM, Kecamatan Bone  dibagi menjadi 1.455 KPM, dengan total 2.681 KPM.

 

Bagaimana Gubernur Gorontalo Akan Perjuangkan Bone Pesisir ?

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie  terus memperjuangkan pembentukan Daerah Otonomi baru (DOB)  untuk Kabupaten Bone Pesisir. Janji ini telah Dia memegang tugas ini sampai akhir masa jabatannya.  “Ketika  kami terpapar, kami menunjukkan jangkauan kendali yang jauh  dari Pantai Bone Pesisir.   Orang-orang harus pergi ke kota terlebih dahulu sebelum tiba di pusat pemerintahan. Semoga upaya kami didengar oleh pemerintah pusat dan saya akan terus berjuang. . "

  “Ketika  kami diekspos, kami menunjukkan berbagai dominasi jauh  dari pantai Bone Pesisir.  Semoga upaya kami didengar oleh pemerintah pusat dan saya akan terus untuk bertarung."

Rusli menambahkan, tanggal 10 nanti, Komisi II DPR RI akan meninjau langsung lima lokasi yang akan menjadi DOB. Ia meminta semua panitia pembentukan DOB, khususnya Bone Pesisir agar menyiapkan segala sesuatunya.

“Walaupun di sisa waktu kurang lebih enam bulan lagi saya dan Pak Idris akan mengakhiri jabatan, kami akan terus berjuang untuk Bone Pesisir,” ucapnya.

 

Apa Masalah Yang Di Hadapi Gubernur Gorontalo  Perjuangkan Bone Pesisir ? 

Dikatakan Rusli, untuk mewujudkan cita cita pemekaran lima calon DOB di Gorontalo perlu upaya politik yang masif dari semua elemen masyarakat. Salah satunya dengan mengeluarkan SK Gubernur pembentukan komite pemekaran untuk calon DOB Kabupaten Bone Pesisir, Boliyohuto, Panipi, Gorontalo Barat dan Kota Telaga.

“Tadi teman teman dari Komisi II terkesan dengan penyambutan termasuk dari anak anak sekolah di sepanjang jalan. Saya katakan, ini murni aspirasi dari masyarakat yang menginginkan pemekaran,” imbuhnya.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Rusli menyerahkan dokumen Feasibility Study pembentukan calon DOB Kabupaten Bone Pesisir. Feasibility Study memuat kondisi geografi, jumlah penduduk, potensi ekonomi hingga perhitungan potensi keuangan daerah jika dimekarkan.

Calon DOB Kabupaten Bone Pesisir saat ini merupakan bagian dari Kabupaten Bone Bolango dengan lima kecamatan dan 55 desa. Luas Bone daerah Bone Pesisir sebesar 550,91 KM persegi atau 27,76 persen dari kabupaten induk seluas 1984,31 KM persegi.

 

KESIMPULAN

Kabupaten Bone Pesisir yang meliputi Kecamatan Kabila Bone, Kecamatan Bone Pantai, Kecamatan Bulawa, Kecamatan Bone Raya, dan Kecamatan Bone, dengan Ibu Kota diperkirakan akan berpusat di Kecamatan Bone Pantai.Selanjutnya Kabupaten Gorontalo yang meliputi lima kecamatan besar di Pohuwato yaitu Kecamatan Wanggarasi, Kecamatan Lemito, Kecamatan Popayato, Kecamatan Popayato Timur, dan Kecamatan Popayato Barat dengan rencana pusat pemerintahan di Kecamatan Lemito.Dan yang terakhir yaitu Kota Talaga, daerah yang rencananya akan menjadi kota kedua yang berada di Provinsi Gorontalo ini meliputi Kecamatan Talaga Jaya, Kecamatan Telaga Biru, Kecamatan Tilango, dan Kecamatan Talaga, dengan pusat ibu kota yang rencananya akan berpusat di Kecamatan Telaga Biru.

Sumber Bacaanhttps://hargo.co.id/berita/rusli-habibie-janji-perjuangkan-kabupaten-bone-pesisir/

 

 

“Dinamika COVID-19 Yang Tak Kunjung Berakhir“

Aplik R.Ngabito
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
 

Dalam menghadapi serangan virus Covid-19 ini, pemerintahan presiden Jokowi menunjukan  pola bahwa pemerintahannya cenderung menggerakan pemerintahan dalam arti luas ( regering ) sebagai suatu system besar pemerintahan Negara Republik Indonesia untuk menghadapi virus yang bisa mengancam keamanan dan keselamatan Bangsa.

Bahwa pemerintah tidak mau pada urusan bestuuring ( pelaksanaan/ekseskusi ) satu ketentuan saja yakni ketentuan dalam Undang-undang No.  6 Tahun 2018 Tentang kekarantinaan Kesehatan saja, dalam menyikapi tuntutan untuk melakukan Lockdown oleh berbagai kalangan.

Pemerintahan Presiden Jokowi ternyata dalam waktu sangat pendek merespon tuntutan dengan beberapa Peraturan yang dikeluarkan : Kepeutusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020, Tentang Gugus tugas percepatan penanganan  Corona virus Disease 19, tertanggal 13 Maret 2019.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, Tentang Pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan Corona virus Disease 19, tertanggal 31 Maret 2020. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020, Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan stabilitas  sistem keuangan untuk penanganan  Pandemi  Corona virus  Disease 19 dan dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian Nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, tertanggal 31 Maret 2020. Terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan ini memebuat Pemerintah mengakomodasi berbagai komponen penting, antara lain komponen penanggulangan kebencanaan ( karena Gugus tugas dikepalai oleh kepala BNPB ), komponen keuangan Negara dalam keadaan mendesak melalui suatu Perppu ( mengelimir ketentuan serta kewenangan pembuatan Undang-undang APBN ), serta tidak mau terpaku pada ketentuan Undang-undang No. 6 Tahun 2018, Tentang kekarantinaan Kesehatan khususnya dalam pasal 55 :

1. Selama dalam karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan

ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat.

2. Tanggung jawab Pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak terkait.

Tentunya dapat di bayangkan bila menggunakan pasal 55 ini, dimana kebutuhan dasar hidup orang serta makanan hewan ternak ( semua yang bernyawa yang membutuhkan makanan ) menjadi tanggung Pemerintah pusat. Tentu saja akan sangat menyulitkan dan berisiko tinggi bagi Pemerintah pusat, tidak hanya dari sisi penyediaan dananya, tapi juga operasionalnya/implementasinya, ditengah-tengah kondisi bahaya penularan penyakit yang tidak pandang bulu bisa terjadi kepada siapa saja termasuk kepada aparat Pemerintah pusat.

Bila Pemerintah menetapkan karantina wilayah, maka harus mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar orang dan hewan di wilayah yang di karantina. Pemerintah lebih memilih untuk mengeluarkan kebijakan berbentuk  Pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ) merujuk pada pasal 59  Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 yang menyebutkan, Pembatasan sosial berskala besar merupakan bagian dari respons kedaruratan kesehatan masyarakat. Pembatasan sosial berskala besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit  kedaruratan kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Pilihan kebijakan inilah kemudian di kuatkan dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, dimana dalam pasal 6 nyamenyebutkan, Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar diusulkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Kesehatan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan pembatasan sosial berskala besar dengan memperhatikan pertimbangan ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan Corona virus Disease 19. Ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease 19  dapat mengusulkan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan pembatasan sosial berskala besar di wilayah tertentu. Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Kesehatan menyetujui usulan ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan Corona virus Disease 19 sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Kepala Daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan pembatasan sosial berskala besar. Dengan demikian dapat pula disimpulkan pemerintah memilih untuk tidak menggunakan atau tidak sepenuhnya menggunakan ketentuan pasal 154 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, Tentang kesehatan yang menyebutkan, Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Pengambilan keputusan Pemerintah Presiden Jokowi ini menunjukan bahwa Presiden Jokowi memilih ketrampilan tersedia dalam urusan administrasi kesehatan. Keterampilan dalam membuat keputusan di era sistem organisasi  modern lebih banyak di tentukan oleh factor si pengambil keputusan yang terlatih ketimbang yang mengambil keputusan karena kemampuan  personalnya (bakat). Tampaknya Presiden Jokowi dalam track recordnya selama ini cukup well trained menghadapi berbagai situasi kritis.

Implementasi Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara umum diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah yaitu, pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi :

1. Peliburan Sekolah dan tempat kerja

2. Pembatasan kegiatan keagamaan

3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf A dan huruf B harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf C dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Dengan ketentuan substansi karantina dapat dicapai, kebutuhan dasar penduduk tetap diperhatikan, termasuk kebutuhan penndidikan, kerja dan bahkan ibadah. Peraturan Pemerintah ini mengatur mekanisme  PSBB sedemikian rupa  dalam pasal 5 dalam hal pembatasan sosial berskala besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah daerah wajib meaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang kekarantinaan kesehatan. Dari ketentuan ini tampak sekali bahwa Pemerintahan Jokowi menginginkan satu komando penanganan Covid-19 dengan berbagai beban tanggung jawab dengan mengoptimalkan sumber daya di seluruh  sistem Pemerintahan dari sub sistem ke Daerah. gaya ini memang kerapkali jadi ciri Jokowi dalam melaksanakan Program-programnya ataupun menyelesaikan permasalahan yang muncul. Pilihan kebijakan yang diambil Pemerintahan Jokowi dalam mengatasi Covid-19 dapat diuji dengan azas tersebut. Untuk langkah pertama bahwa Pemerintahan yang baik itu  mementingkan azas Legalitas (kepastian Hukum), maka syarat itu sudah dilalui dengan terbitnya  peraturan Perundang-undangan yang telah disebutkan diatas. Secara normatif dalam konsideransi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 telah di pertimbangkan dengan baik, sehingga rumusan menimbang-nimbangnya berbunyi :

A    Bahwa penyebaran Covid-19 yang di nyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar Negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan Masyarakat.

B    Bahwa implikasi pandemi Covid-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Nasional, penurunan penerimaan Negara, dan peningkatan belanja Negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian Nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jarring pengaman sosial, serta pemulihan perekonomian termasuk untuk Dunia usaha dan Masyarakat yang terdampak.

C    Bahwa implikasi pandemi Covid-19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik sehingga perlu dimitigasi bersama oleh pemerintah dan komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan.

D    Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian Nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan, pengeluaran untuk jarring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam sektor keuangan.

E    Bahwa kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, telah memenuhi parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 22 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  

Sumber Bacaan :

https://www.portonews.com/2020/peristiwa/nasional/pilihan-dan-gaya-kepemimpinan-pemerintahan-jokowi-tangani-pandemi-covid 19/amp/#aoh=16496860527473&amp_ct=1649686330699&csi=1&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&amp_agsa_csa=46731810&amp_ct=1649686330706

 


Thursday 28 April 2022

Realisasi Atau Manipulasi

Tesya Sagita Moto
Studi S1-Ilmu Pemerintahan Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo

A. PENDAHULUAN

Pesta demokrasi suatu negara khususnya Indonesia dimulai dari wilayah terkecil yakni Desa. Waktu 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sebagaimana yang sudah diatur dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang lamanya masa jabatan Kepala Desa yang diikuti struktur kepengurusan perangkat desa, agaknya waktu ini diharapkan dapat menjadi kesempatan kepada seorang figur untuk dapat mewujudkan apa saja yang sudah diprogramkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam proses pemilihan kepala desa sudah tentu melalui beberapa tahapan proses yang salah satunya adalah kampanye, dimana para calon diberikan kesempatan untuk mempromosikan diri dan menyampaikan visi misi serta memaparkan program kerja selama masa jabatan. Program kerja inilah yang menjadi poin penting karena seyogyanya sudah menjadi tanggungjawab seorang pemimpin untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dengan nyata bukan hanya sekedar kata. Pemimpin yang diharapakn mampu membawa perubahan, perbaikan, peningkatan serta penyelesaian baik dalam hal kemajuan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia sehingga Desa tidak terkesan staknan. Menurut United Nation (1956, h.83-92 dalam Tmpubolon, 2006) tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat dan rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya. Hal ini berkesinambungan dengan peran penting pemerintah desa dan masyarakat dalam membangun desa sebagaimana menurut Bintoro Tjokroamidjojo (2001, h. 113) bahwa pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang kontinue dan terus menerus dalam suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang lebih baik.

B. PEMBAHASAN

Setelah beberapa tahun masih jelas dibenak bagaimana rakyat melaksanakan kewajiban yakni memberi hak suara agar mendapat pemimpin terpilih. Hari ini dengan miris masih harus dapati, anak muda yang enggan produktif bahkan tak peduli dengan lingkungan padahal dulu rakyat mendengar “Saya akan menjadikan, mengajak dan merangkul masyarakat khususnya ANAK MUDA agar produktif dan aktif dalam perkembangan Desa” bagaimana bisa hal ini tidak selaras diwaktu beberapa tahun setelah pelantikan, lantas terbesit tanya ditengah masyarakat gerakan seperti apa dan dimulai bagaimana sehingga membuat anak muda ini masih enggan mengambil peran.

Salah satu yang paling mencuri perhatian bangunan kokoh yang dipalang kayu dipaku dan diberi tulisan kecaman rakyat pada pihak tertentu sehingga membuatnya tidak lagi beroperasi, setelah diperhatikan lebih dekat rasanya tak percaya ketika mendapati label ‘BUMDES (Badan Usaha Milik Desa)’. Padahal bebrapa waktu lalu pernah terucap “Saya akan membuat desa ini maju dengan memberdayakan masyarakat dan alam melalui BUMDES (Badan Usaha Milik Desa)” sangat disayangkan jika dalam hal ini terjadi kekeliruan atau mungkin ketidakberhasilan dalam hal pengelolaan dan pelaksanaan serta penataan pembagian porsi dan tupoksi untuk sama-sama menjalankan usaha bersama. Hingga saat ini belum adanya solusi yang mampu menjadi jawaban untuk permasalahan tersebut membuat rakyat mulai kehilangan kepercayaan dan pesimis pada struktur perangkat desa utamanaya Kepala Desa.

Indonesia yang dikenal negara tropis membuat desa tidak terhindar dari guyuran hujan diwaktu-waktu tertentu, diwaktu itu pula dengan jelas genangan air yang tak jarang mengganggu aktivitas warga dan seakan menjadi pemandangan biasa meskipun ada kalimat yang pernah memberi harapan atas masalah ini “Saya lihat masyarakat terganggu dengan genanagan air pada saat penghujan tiba, maka jika saya terpilih saya akan membuat saluran air agar tidak ada lagi genagan yang mengganggu” nyatanya bukan hanya genangan dari air hujan yang mengganggu tapi kalimat yang akhirnya tenggelam menjadi kenangan tersebut justru membuat masyarakat semkain terganggu. 

C. PENUTUP

            Kebenaran dari pemaparan yang pernah disampaikan kemudian menjadi pertanyaan apakah ini adalah bentuk ketidakmampuan dari seorang pemimpin terpilih atau dengan sengaja enggan merealisasi karena semua hanya sebatas manipulasi guna meraup suara sebanyak-banyaknya agar menjadi Pemimpin terpilih?. Pertanyaan ini hendaknya menjadi perhatian utama dari seluruh pihak utamanya pemerintah desa sebagai bahan introspeksi.

Dalam hal ini pemerintah desa diharapkan lebih gesit dalam proses mewujudkan program kerja agar benar-benar tercapai apa yang menjadi visi dan misi, Pemerintah juga dituntut untuk lebih peka dalam menangani permasalahan yang terjdi di desa khususnya masyarakat yang terdampak langsung permasalahan tertentu. Besar harapan masyarakat kepada pemerintah dalam hal menjaga dan mewujudkan cita-cita bersama, mengingat peran penting dan tanggungjawab yang diberikan sebagai amanah guna mewujudkan Desa yang sejahtera.

Sehingga solusi yang dapat ditawarkan adalah adanya komunikasi efektif antara pemerintah desa dan masyarakat dalam berbagai macam aspek guna menghindari ketimpangan merugikan yang mungkin saja dapat terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Dilanjutkan dengan adanya keja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam hal menjalankan dan mewujudkan program kerja sehingga tidak terkesan satu arah saja, karena hal ini hanya akan menimbulkan kesalahpahaman dalam pengambilan peran tiap orang baik masyarakat maupun pemerintah desa. perwujudan dari semua dapat dipadu lewat kontroling yang baik dari semua pihak terkait, yakni masyarakat maupun pemerintah desa agar lebih terarah dan jelas apa yang menjadi tujuan dan keingingan bersama. Jika semuanya dijalankan dengan baik maka akan lahir pemerintahan yang afektif dan aktif dengan masyarakat yang produktif karena tertata jelas serta saling paham juga turut menjaga sehingga meminimalisir ketimpangan yang ujungnya hanya akan merugikan berbagai pihak, ditutup dengan terciptanya produk kebijakan pemerintah yang pro rakyat dan menguntungkan semua pihak terkait.

Sumber Bacaan : 

Uundang-Undang RI No. 6 Tahun 2016 tentang Masa Jabatan Kepala Desa.

Tampubolon, Mangatas, (2006) Pendidikan Pola Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemberdayan.

Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sesuai Tuntutan Otonomi Daerah. [Internet] Available from : http://www.neliti.com/publications/7478/peran-pemerintah-desa-dalam-memberdayakan-masyarakat-desa-studi-pada-desa-sumber [accessed: 20 April 2022]

Tjokroamidjojo, Bintoro, (1985) Perencanaan Pembangunan. [Internet] Available from :

http://www.neliti.com/publications/7478/peran-pemerintah-desa-dalam-memberdayakan-masyarakat-desa-studi-pada-desa-sumber [accessed: 20 April 2022]