Fitriyani Djiu Studi S1-Ilmu Pemerintahan Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo |
A. Pendahuluan
Pandemi
Covid-19 datang dengan membawa berbagai macam dampak. Tidak hanya dampak
kesehatan, tetapi juga dampak sosial dan ekonomi. Pada sisi lainnya, kemampuan
masyarakat memiliki keterbatasan menghadapi dampak ini semua. Lalu, datanglah
berbagai macam kebijakan jaring pengaman sosial dari pemerintah, salah satunya
Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Bantuan Dana Desa adalah bantuan untuk
penduduk miskin di pedesaan yang bersumber dari dana desa. Besaran bantuan yang
akan diterima oleh masyarakat adalah Rp. 600.000,00 perbulan/keluarga selama
bulan April sampai Juni. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Desa
PPDT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, PPDT
Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Tujuannya adalah
membantu masyarakat miskin yang rentan secara ekonomi dan sosial untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari selama pandemi Covid-19. Namun tidak sedikit
oknum-oknum yang melakukan sunat dalam
anggaran sehingga penerima tidak menerima bantuan dalam jumlah utuh. Adanya
kesepakatan pemotongan bantuan dana desa
dari bantuan berupa uang tunai menjadi sembako dengan oknum aparat desa melalui
rembuk desa.
Menurut Menteri Desa dan PDTT, Penerima BLT-Dana Desa diberikan dalam bentuk uang, bukan sembako. Hal ini menjadi catatan penting, apabila ditemukan Penerima BLT-Dana Desa menerima dalam bentuk sembako maka hal itu dikategorikan maladministrasi apapun alasannya. Faktanya di sebuah desa terpencil telah dibagikan dana bantuan tersebut hanya berupa beras 25 kg. Serta bantuan lainnya yang dibagikan secara tidak merata, banyak masyarakat kecil yang mengeluh merasa terkucilkan oleh pemerintahnya mereka merasa tidak diperhatikan.
B. apakah Bantuan Dana Desa tahun 2022 terjadi
Maladministrasi?
Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil
dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU tahun 2013
mengungkapkan beberapa penyalahgunaan yang terjadi dalam pelaksanaan BLT pada
tahun 2005 dan 2008, seperti tidak tepat sasaran, menciptakan peluang korupsi,
dan menimbulkan konflik sosial.Meskipun terdapat persamaan dan perbedaan dalam
program diantara kedua program BLT tersebut. Ada beberapa potensi yang dapat
menyebabkan maladministrasi
1) Pertama,
penyimpangan prosedur. Beberapa hal menyebabkannya, yaitu kriteria penerima
tidak tepat, pendataan tidak menyeluruh dan nepotisme, dan integritas pendata
sekaligus masyarakat yang didata meragukan. Pada program BLT-Dana Desa yang
dapat menyebabkan maladministrasi, seperti penerima BLT- Dana Desa juga
menerima bantuan sosial dari pemerintah lainnya (seperti Program Keluarga
Harapan, Bantuan Pangan Non Tunai, dan Kartu Pra Kerja), Penerima tidak
terdampak kehilangan mata pencaharian karena wabah Covid-19, dan penerima
merupakan keluarga dalam kondisi sehat dan mampu. Perilaku nepotisme masih
tetap menjadi musuh apabila perangkat desa atau RT/RW mencantumkan keluarga
mereka sebagai Penerima walaupun tidak sesuai kriteria.
2) Kedua,
permintaan imbalan. Pelaksanaan BLT sebelumnya memunculkan perilaku
"sunat" BLT sehingga Penerima tidak menerima uang bantuan dalam
jumlah utuh. Justru perilaku "sunat" BLT ini dilakukan oleh
oknum-oknum aparat desa. Meskipun BLT-Dana Desa dilakukan dengan cash transfer
tidak menutup kemungkinan ada celah yang dilakukan oleh oknum perangkat desa
menyunat dana bantuan tersebut. Beberapa kemungkinan dapat dilakukan seperti
adanya kesepakatan pemotongan uang BLT Dana-Desa dari Penerima dengan oknum
aparat desa melalui rembuk desa. Hal ini pernah terjadi pada pelaksanaan BLT
Tahun 2008 adalah permintaan sumbangan sukarela oleh oknum aparat desa kepada
Penerima sebagai ucapan terima kasih.
3) Ketiga,
penyalahgunaan wewenang. Menurut Menteri Desa dan PDTT, Penerima BLT-Dana Desa
diberikan dalam bentuk uang, bukan sembako. Hal ini menjadi catatan penting,
apabila ditemukan Penerima BLT-Dana Desa menerima dalam bentuk sembako maka hal
itu dikategorikan maladministrasi apapun alasannya.
4) Keempat,
konflik kepentingan. Pada umumnya konflik dapat terjadi melibatkan berbagai
pihak mulai dari keluarga sampai pemerintah desa. Akan tetapi, ada satu bentuk
konflik yang sering dijumpai adalah kecemburuan sosial. Hal ini timbul karena
komentar sinis dari bukan Penerima kepada penerima dan tuduhan nepotisme dan
keadilan yang dilakukan oleh aparat desa dalam penetapan penerima. Hal ini
terjadi karena tidak adanya penjelasan dari pemerintah setempat mereka hanya
mengimformasikan ke satu pihak yakni (penerima).
5) Terakhir, tidak memberikan layanan. Berkaca pada pelaksanaan BLT Tahun 2008 yang tidak ada unit penanganan pengaduan BLT menyebabkan laporan masyarakat tidak ditanggapi, respon jawaban tidak jelas dan membinggungkan ("tidak tahu", "silakan tanya ke pihak lain", dan "ketentuan pusat"), dan menyelesaikan aduan masyarakat tidak berdasarkan ketentuan. Pada program BLT-Dana Desa, pada tingkat pertama yang perlu didorong menangani aduan masyarakat adalah Badan Permusyawaratan Desa, sebagaimana tugas mereka sebagai penghubung aspirasi masyarakat kepada Pemerintahan Desa.
C. Penutup
Bantuan Langsung Tunai dana desa Covid-19 merupakan satu program yang
diusulkan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
yang berasal dari uang dana desa dan diperuntukan bagi masyarakat yang
mengalami masalah ekonomi selama pandemi covid-19, samahalnya dengan desa lain
Desa Toyidto juga melaksanakan program BLT dana desa ini, Implementasi
penyaluran program bantuan langsung tunai di Desa toyidito memang sudah
dilaksanakan yang ditandai dengan adanya masyarakat yang menerima manfaat
program bantuan langsung tunai ini, seperti wawancara penulis dengan aparat
Desa Pelawan mengatakan, “di Desa Toyidito sudah melaksanakan Program Bantuan
Langsung Tunai, ini ditandai dengan adanya masyarakat yang menerima bantuan
ini.”
a. Sebelum melakukan pendataan Desa Toyidito
melakukan sosialisasi kepada masyarakat
dan staf birokrasi Desa toyidito tentang manfaat dan tujuan dari program
ini
b. Pendataan berbasis Rukun Tetangga (RT) Pendekatan yang dilakukan RT harus sesuai dengan kriteria penerima manfaat BLT
c. Calon penerima BLT-Dana Desa adalah keluarga
miskin (KK) yang terdapat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang
kehilangan mata pencaharian, terdapat anggota keluarga berpenyakit
kronis/menahun, non PKH, dan non BPNT
d. Masyarakat yang telah didaftarkan kemudian
berkasnya diserahkan kepada
Wirna denial selaku Kasi Kesra dan Pelayanan Desa
toyidito.
Sumber
Bacaan :
https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--blt-dana-
desa-rawan-maladministrasi-
No comments:
Post a Comment