Wednesday 20 April 2022

DINAMIKA POLITIK TRANSAKSIONAL

 

Risti gledistya yusuf umar
Mahasiswa S1 PPKn UNG

Runtuhnya Rezim Orde Baru tahun 1998 menjadi titik awal terbukanya gerbang Demokrasi yang selama ini kita harapkan. Pada saat itu, hingar bingar panggung politik kian bersinar dan menjadi pusat perhatian, dimana fenomena lahirnya partai–partai politik baru, tokoh – tokoh yang mendadak populer, produk hukum berupa undang-undang yang mengatur berbagai aspek kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara pun secara sporadis telah lahir. Dan, yang paling penting bangsa ini mulai menyelenggarakan Pemilu pada tahun 1999 secara demokratis sesuai dengan kehendak rakyat Indonesia yang selama rezim Orde Baru hak–hak politiknya selalu dikibiri dan terbelenggu.

Era reformasi telah datang, keputusan–keputusan politik yang strategis pun sudah diambil, diantaranya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, pemilihan Kepala Daerah juga secara langsung serta yang terpenting adalah diselenggarakannya Pemilu yang Demokratis dengan sistem Proporsional Terbuka, dimana rakyat dapat menentukan wakilnya yang akan duduk di Lembaga DPRD, DPD dan DPR RI. Rakyat kian berdaulat sebagai pengambil keputusan yang paling berhak untuk menentukan siapa pemimpin dan wakil mereka yang akan diberi amanah untuk mewakili, menampung aspirasi, memperjuangkan nasib dan hak– hak mereka. Tapi sayangnya hak demokrasi dan hak politik yang kian agung serta mulia itu berjalan tak sesuai harapan, karena politik transaksional lebih dominan dan sangat mempengaruhi pilihan rakyat yang berujung pada jatuhnya kekuasaan ke wakil serta tangan–tangan yang tidak tepat.

Dari pengamatan kita semua sejak pasca reformasi bergulir dari Pemilu ke Pemilu; Pemilu tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014 yang baru kita lewati, politik transaksional kian merajai pengambilan keputusan rakyat, karena hampir semua proses Pemilu serta Pilkada yang diselenggarakan tak lepas dari pengaruh buruk politik transaksional ini. Para kontestan Pemilu dari Parpol, Caleg, Calon Presiden dan calon-calon Kepala Daerah semakin menghalalkan segala cara untuk merebut simpati rakyat yang akan memilihnya. Jalan pintaspun ditempuh, Politik transaksional menjadi jurus jitu untuk menaklukkan hati rakyat. Keinginan Parpol, Calon Wakil Rakyat, Calon Presiden dan Calon Kepala Daerah yang mendekati serta merebut simpati rakyat dengan poiltik transaksional itu mendapat sambutan nan meriah dari rakyat yang kian frustasi karena kebodohan dan kemiskinan. Namun malang, kesejahteraan yang mereka rindukan dari para pemimpin–pemimpin yang sebelumnya telah mereka amanahkan untuk mengurus nasib mereka belum juga berbuah hasil sesuai dengan harapan.

Politik Transaksional adalah bahaya besar yang sedang mengancam keadaban politik dan pengembangan demokrasi bangsa ini. Oleh karenanya perbaikan sistem, penyempurnaan perangkat berupa aturan–aturan serta infrastruktur–infrastruktur pendukung lainnya yang dapat mewujudkan sistem politik beretika, cerdas, jujur, adil, bermatabat serta akuntabel menjadi suatu keharusan yang tidak dapat ditawar– tawar lagi. Selain itu, juga penegakkan Supremasi Hukum dalam rangka mewujudkan cita – cita luhur di atas harus tegas diterapkan di semua lini dari awal proses politik itu sendiri. Pada akhirnya, politik harus bermuara pada Kesejahteraan Rakyat. Inilah idealnya politik yang kita harapkan.

Kesimpulan Beberapa pemetaan dasar yang perlu dilakukan adalah pertama, peta karakteristik perilaku pemilih. Mengetahui berapa jumlah orang yang pemilih pada pilkada sebelumnya dengan melihat dari aspek sebaran wilayah, agama, suku, umur, kelas sosial, afiliasi politik dan pendidikan, mengetahui media komunikasi (sosial dan massa) yang paling efektif digunakan oleh masyarakat. Kedua, Peta masalah/isu/topik sosial dan politik kontemporer. Mengetahui tema kampanye yang diinginkan oleh masyarakat dan masalah-masalah mendesak.

Ketiga, peta geo politik. Pemetaan Politik juga perlu memasukkan gambaran keadaan politik suatu wilayah, yakni suatu tempat atau daerah pemilihan bagi calon Walikota/Bupati ataupun calon legislatif. Pemetaan geopolitik dilakukan untuk mendapatkan informasi kondisi politik suatu wilayah yang diantaranya meliputi, popularitas dan elektabilitas seorang figur politik, pilihan partai politik masyarakat, isu hangat yang sedang diperbincangkan, usulan program politik dari masyarakat, bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan yang digandrungi, usia pemilih yang dikaitkan dengan pilihan politiknya juga latar belakang pekerjaannya. 

Tujuan yang paling utama dari pemetaan politik ini adalah untuk menentukan strategi politik. Kemudian, meletakkan seluruh kekuatan politik dan gambaran politik dari setiap wilayah hingga daerah terkecil setiap TPS (tempat pemungutan suara). Langkah ini akan memudahkan strategi kerja politik yang akan dilakukan untuk meraup suara sebanyak mungkin dalam pertarungan politik.

Sumer bacaan : Artikel  Heri Susilo, S.T. Wakil Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga Partai Gerindra Kota Batu, Prov. Jawa Timur

 

No comments: