Risti gledistya yusuf umar Mahasiswa S1 PPKn UNG |
Runtuhnya
Rezim Orde Baru tahun 1998 menjadi titik awal terbukanya gerbang Demokrasi yang
selama ini kita harapkan. Pada saat itu, hingar bingar panggung politik kian
bersinar dan menjadi pusat perhatian, dimana fenomena lahirnya partai–partai
politik baru, tokoh – tokoh yang mendadak populer, produk hukum berupa
undang-undang yang mengatur berbagai aspek kehidupan kita dalam berbangsa dan
bernegara pun secara sporadis telah lahir. Dan, yang paling penting bangsa ini
mulai menyelenggarakan Pemilu pada tahun 1999 secara demokratis sesuai dengan
kehendak rakyat Indonesia yang selama rezim Orde Baru hak–hak politiknya selalu
dikibiri dan terbelenggu.
Era
reformasi telah datang, keputusan–keputusan politik yang strategis pun sudah
diambil, diantaranya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung,
pemilihan Kepala Daerah juga secara langsung serta yang terpenting adalah
diselenggarakannya Pemilu yang Demokratis dengan sistem Proporsional Terbuka,
dimana rakyat dapat menentukan wakilnya yang akan duduk di Lembaga DPRD, DPD
dan DPR RI. Rakyat kian berdaulat sebagai pengambil keputusan yang paling
berhak untuk menentukan siapa pemimpin dan wakil mereka yang akan diberi amanah
untuk mewakili, menampung aspirasi, memperjuangkan nasib dan hak– hak mereka.
Tapi sayangnya hak demokrasi dan hak politik yang kian agung serta mulia itu
berjalan tak sesuai harapan, karena politik transaksional lebih dominan dan
sangat mempengaruhi pilihan rakyat yang berujung pada jatuhnya kekuasaan ke
wakil serta tangan–tangan yang tidak tepat.
Dari
pengamatan kita semua sejak pasca reformasi bergulir dari Pemilu ke Pemilu;
Pemilu tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014 yang baru kita lewati, politik
transaksional kian merajai pengambilan keputusan rakyat, karena hampir semua
proses Pemilu serta Pilkada yang diselenggarakan tak lepas dari pengaruh buruk
politik transaksional ini. Para kontestan Pemilu dari Parpol, Caleg, Calon
Presiden dan calon-calon Kepala Daerah semakin menghalalkan segala cara untuk
merebut simpati rakyat yang akan memilihnya. Jalan pintaspun ditempuh, Politik
transaksional menjadi jurus jitu untuk menaklukkan hati rakyat. Keinginan
Parpol, Calon Wakil Rakyat, Calon Presiden dan Calon Kepala Daerah yang
mendekati serta merebut simpati rakyat dengan poiltik transaksional itu
mendapat sambutan nan meriah dari rakyat yang kian frustasi karena kebodohan
dan kemiskinan. Namun malang, kesejahteraan yang mereka rindukan dari para
pemimpin–pemimpin yang sebelumnya telah mereka amanahkan untuk mengurus nasib
mereka belum juga berbuah hasil sesuai dengan harapan.
Politik
Transaksional adalah bahaya besar yang sedang mengancam keadaban politik dan
pengembangan demokrasi bangsa ini. Oleh karenanya perbaikan sistem,
penyempurnaan perangkat berupa aturan–aturan serta infrastruktur–infrastruktur
pendukung lainnya yang dapat mewujudkan sistem politik beretika, cerdas, jujur,
adil, bermatabat serta akuntabel menjadi suatu keharusan yang tidak dapat
ditawar– tawar lagi. Selain itu, juga penegakkan Supremasi Hukum dalam rangka
mewujudkan cita – cita luhur di atas harus tegas diterapkan di semua lini dari
awal proses politik itu sendiri. Pada akhirnya, politik harus bermuara pada
Kesejahteraan Rakyat. Inilah idealnya politik yang kita harapkan.
Kesimpulan
Beberapa pemetaan dasar yang perlu dilakukan adalah pertama, peta karakteristik
perilaku pemilih. Mengetahui berapa jumlah orang yang pemilih pada pilkada
sebelumnya dengan melihat dari aspek sebaran wilayah, agama, suku, umur, kelas
sosial, afiliasi politik dan pendidikan, mengetahui media komunikasi (sosial
dan massa) yang paling efektif digunakan oleh masyarakat. Kedua, Peta
masalah/isu/topik sosial dan politik kontemporer. Mengetahui tema kampanye yang
diinginkan oleh masyarakat dan masalah-masalah mendesak.
Ketiga, peta geo politik. Pemetaan Politik juga perlu memasukkan gambaran keadaan politik suatu wilayah, yakni suatu tempat atau daerah pemilihan bagi calon Walikota/Bupati ataupun calon legislatif. Pemetaan geopolitik dilakukan untuk mendapatkan informasi kondisi politik suatu wilayah yang diantaranya meliputi, popularitas dan elektabilitas seorang figur politik, pilihan partai politik masyarakat, isu hangat yang sedang diperbincangkan, usulan program politik dari masyarakat, bentuk-bentuk kegiatan kemasyarakatan yang digandrungi, usia pemilih yang dikaitkan dengan pilihan politiknya juga latar belakang pekerjaannya.
Tujuan yang paling utama dari pemetaan politik ini adalah untuk
menentukan strategi politik. Kemudian, meletakkan seluruh kekuatan politik dan
gambaran politik dari setiap wilayah hingga daerah terkecil setiap TPS (tempat
pemungutan suara). Langkah ini akan memudahkan strategi kerja politik yang akan
dilakukan untuk meraup suara sebanyak mungkin dalam pertarungan politik.
Sumer
bacaan : Artikel Heri Susilo, S.T. Wakil
Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga Partai Gerindra Kota Batu, Prov. Jawa Timur
No comments:
Post a Comment