Saturday 23 April 2022

PELEMAHAN KPK AKIBAT PERMAINAN POLITIK?

 

Sri Roviana Bakue
Studi S1 PPKn Universitas Negeri Gorontalo

Kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, pelemahan anggaran dan yang terbaru adalah usulan perubahan undang-undang KPK merupakan usaha pelemahan terhadap tugas dan fungsi KPK sebagai instrumen pemberantasan korupsi. Mandulnya Kewenangan KPK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didirikan sebagai ujung tombak serta lokomotif dalam pemberantasan korupsi dan membantu penyelamatan keuangan negara. Banyak sekali pejabat negara dan abdi negara yang mendekam di balik jeruji dan masih banyak juga yang masih bergelut dengan hukum akibat korupsi. Dengan prestasi dan fungsinya itu seharusnya KPK mendapatkan dukungan penuh dari bangsa dan semua penyelenggara negara. Namun banyak sekali usaha untuk melemahkannya, mulai dari usaha kriminalisasi sampai mempersulit anggaran kebutuhan pembuatan gedung dan lain lain. Upaya yang sangat sistematik untuk melemahkan KPK adalah melalui rancangan undang – undang tentang KPK.

Namun, perubahan rancangan undang – undang KPK menemui jalan terjal. Tetapi usaha untuk melemahkan KPK tidak sampai berhenti, penggunaan Kitab Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer) dijadikan alasan baru untuk melemahkan KPK. Hal yang menjadi pertanyaan dibenak kita apakah hal ini perwujudan tidak adanya komitmen dari pejabat negara dalam memberantas korupsi yang sangat menggurita di negeri ini ataukah sebagai usaha untuk melindungi abdi negara dari serangan KPK? Senjata utama KPK dalam melakukan fungsi dan perannya dalam memberantas korupsi adalah Penyelidikan dan Penyadapan. Kewenangan KPK dalam hal penyelidikan merupakan tahapan yang sangat menentukan daripada penyidikan dan penuntutan karena KPK tidak bisa menghentikan kasus pada tahap penyidikan (SP3). Pada tahapan ini KPK akan bekerjasama secara intensif dengan auditor (BPK), penyidik, penuntut, dan profesi lain dalam menemukan alat bukti. Kewenangan penyadapan merupakan cara yang efektif dalam mengungkap kasus besar pada muara kekuasaan, dengan melakukan operasi tangkap tangan, misalnya kasus Hambalang, kasus Sanusi, kasus swasembada daging.

Boleh dibilang KPK adalah produk reformasi yang dapat diharapkan mampu menyelamatkan Indonesia. Argumentasi dari pelemahan kewenangan KPK dalam hal Penyadapan adalah dengan mengangkat isu HAM. Dimana para koruptor mempunyai hak atas privasinya. ’setiap orang berhak atas penghormatan terhadap kehidupan pribadi atau keluargannya, rumah tangganya, surat menyuratnya’. (Pasal 8 ayat 1, konvensi Eropa untuk perlindungan HAM dan kebebasan fundamental). Mereka lupa bahwa HAM koruptor akan berhadapan dengan HAM dari masyarakat korban korupsi, karena dengan perlindungan hak koruptor yang berlebihan akan mengakibatkan terabaikanya hak mayoritas korban korupsi, hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya.

Dengan berbagai macam upaya pelemahan KPK melalui perubahan Undang-Undang menjadi sorotan masyarakat terhadap program dan komitmen orang nomor satu di Indonesia terhadap pemberantasan korupsi. “Setahu saya Presiden sangat komitmen terhadap upaya pemberantasan korupsi,” ujar Teten Masduki [Jakarta, 2016]. Teten juga memastikan bahwa Presiden membutuhkan KPK yang kuat, bukan sebaliknya. Oleh karena pemerintah sedang membutuhka institusi KPK yang sangat kuat dalam proses pengawasan dalam melaksanakan program pembangunannya disemua daerah. Ada beberapa isu yang menjadi keraguan masyarakat terhadap komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Dimana penegakan hukum dalam kasus korupsi belum menunjukkan kemajuan yang jelas, bahkan sejumlah upaya yang dilakukan belum mengarah pada dukungan pemberantasan korupsi dengan menempatkan politikus partai pada pos penting dalam institusi hukum.

Wacana yang tidak mengharuskan pelaku korupsi untuk dipenjara yang dilontarkan oleh salah satu anggota kabinet, menjadi sangat aneh dan konyol jika pelaku korupsi yang lebih dikenal dengan koruptor tidak dipenjara. Mereka beranggapan penjara tidak memberikan efek jera kepada para koruptor, bahkan bukan hal yang memalukan lagi untuk mereka mengenakan rompi orange. Di belahan dunia manapun pelaku tindak pidana korupsi sudah pasti dipenjara, selain denda dan membayar ganti rugi negara.

Oleh karena itu rekomendasinya, Kalau perlu harus disita kekayaannya dari hasil korupsi atau dimiskinkan. Oleh karena itu sikap dan komitmen pemerintah sangat diharapkan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tercinta. Bagaimana kita bisa melakukan pemerataan pembangunan jika masih terjadi pengemplangan atau pencurian uang negara secara sistematis yang melibatkan semua komponen kebijakan, baik tingkatan daerah maupun pusat. Membaiknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2015 dari pada tahun sebelumnya dengan kenaikan 2 poin dari tahun 2014 sebesar 34 menjadi 36, sehingga menempatkan negara kita pada peringkat ke-88 dari 168 negara. Hal ini tidak dipungkiri adalah hasil kerja keras dari KPK, lembaga negara yang lainnya bersama rakyat dalam memberantas korupsi. Adanya kebijakan yang komprehensif, dan elemen penegak hukum yang bersih dan kredibel dari pusat sampai daerah akan dapat memutus rantai korupsi di negeri ini, sehingga proses pemerataan pembangunan dapat terlaksana dengan baik.

Sumber Bacaan:

https://www.kompasiana.com/ikhlastawazun7961/5d7b20ec0d82302fa14a2382/pelemahan-kpk-pertaruhan-institusi-politik-indonesia


No comments: