ArdiansyahBachtiar S1 Ilmu Pemerintahan Universitas Nahdatul Ulama |
Desa
adalah entitas terdepan dalam segala proses pembangunan bangsa dan negara. Hal
ini menyebabpakn desa memiliki arti sangat strategis sebagai basis
penyelenggaraan pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak piblik
rakyat local sejak masa penjajahan hindia, belanda sekalipun pemerintah
kolonial telah menyadari peran strategis desa dalam konstelasi ketatanegaraan
pada masa itu. Di samping itu, Desa menjadi arena politik paling dekat bagi
relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan (perangkat Desa). Di satu
sisi, para perangkat Desa menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai
daftar tugas kenegaraan, yakni menjalankan birokratisasi di level Desa,
melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif
kepada masyarakat. Tugas penting pemerintah Desa adalah memberi pelayanan
administratif (surat-menyurat) kepada warga.
Pasca
kemardekaan Indonesia, sebagai bentuk pengakuan terhadap desa, eksistensi desa
tetap dipertahankan. Hal ini tercermin
dengan adanya pengaturan desa melalui
berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya
Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehinggamenimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut saya kehadiran UU No. 6/2014 sesungguhnya lahir dari kesenjangan antara peran dan fungsi strategis desa dalam penyelenggaraan roda pemerintahan yang dihadapkan dengan lemahnya kewenangan yang dimiliki desa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional, sehingga membuat desa yang secara fisik ada namun dilihat dari fungsinya seperti tiada ditengah masyarakat. Secara sosiologis, kehadiran UU No. 6/2004 didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu :Jelas bahwa untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia harus mulai mempunyai pemikiran tentang pembangunan dari bawah (Desa) karena sebagian besar penduduk Indonesia beserta segala permasalahannya tinggal di Desa. Tetapi selama ini, pembangunan cenderung berorientasi pada pertumbuhan dan bias kota. Sumberdaya ekonomi yang tumbuh di kawasan Desa diambil oleh kekuatan yang lebih besar, sehingga Desa kehabisan sumberdaya dan menimbulkan arus urbanisasi penduduk Desa ke kota. Kondisi ini yang menciptakan ketidakadilan, kemiskinan maupun keterbelakangan senantiasa melekat pada Desa.
Ø Ide dan pengaturan otonomi Desa kedepan dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan sosial, budaya ekonomi dan politik Desa. “Otonomi Desa” hendak memulihkan basis penghidupan masyarakat Desa, dan secara sosiologis hendak memperkuat Desa sebagai entitas masyarakat paguyuban yang kuat dan mandiri, mengingat transformasi Desa dari patembayan menjadi paguyuban tidak berjalan secara alamiah sering dengan perubahan zaman, akibat dari interupsi negara (struktur kekuasaan yang lebih besar). Pengaturan tentang otonomi Desa dimaksudkan untuk merespon proses globalisasi, yang ditandai oleh proses liberalisasi (informasi, ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain) dan munculnya pemain-pemain ekonomi dalam skala global. Dampak globalisasi dan ekploitasi oleh kapitalis global tidak mungkin dihadapi oleh lokalitas, meskipun dengan otonomi yang memadai.Tantangan ini memerlukan institusi yang lebih kuat (dalam hal ini negara) untuk menghadapinya.
Oleh karena, saya kira perlunya
pembagian tugas dan kewenangan secara rasional di negara dan masyarakat agar
dapat masing-masing bisa menjalankan fungsinya. Prinsip dasar yang harus
dipegang erat dalam pembagian tugas dan kewenangan tersebut adalah Daerah dan
Desa dapat dibayangkan sebagai bagian dari organisasi yang mengurus suatu
bidang tertentu dalam entitas negara. Jadi kemungkinan besar misi yang diemban
oleh UU No. 6/2014 sebenarnya merupakan amanat Pasal 18 ayat (7) UUD 1945
yang berbunyi dan Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945. Melalui ini diharapkan dapat memaksimalkan fungsi dan peran
desa untuk berkontribusi membangun desa. Oleh karena itu, menurut saya
kehadiran undang-undang ini bertujuan sebagai berikut:
- Ø Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Ø Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
- Ø Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;
- Ø Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
- Ø Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
- Ø Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
- Ø Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
Jadi dari saya pribadi point-point tersebut
diatas diyakni dapat mewujudkan desa yang
kuat, maju, mandiri, dan demokratis sebagai penompang dan pendukung
untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
adil, makmur, dan sejahtera.
Sumber Bacaan :
Verawati, Tuti A. Peran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat, 2003
Kartasasmita, Ginandjar. Pembangunan Unutuk Rakyat : Memadukan
Pertumbuhan Dan Pemerataan. Jakarta CIDES.1996
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja
Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di
Seluruh Wilayah Republik Indonesia,
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah,
No comments:
Post a Comment