Thursday 21 April 2022

Hakikat Kehadiran UU.N0. 6 Tahun 2014

 


ArdiansyahBachtiar
S1 Ilmu Pemerintahan Universitas Nahdatul Ulama

            Desa adalah entitas terdepan dalam segala proses pembangunan bangsa dan negara. Hal ini menyebabpakn desa memiliki arti sangat strategis sebagai basis penyelenggaraan pelayanan publik dan memfasilitasi pemenuhan hak-hak piblik rakyat local sejak masa penjajahan hindia, belanda sekalipun pemerintah kolonial telah menyadari peran strategis desa dalam konstelasi ketatanegaraan pada masa itu.  Di samping itu,  Desa menjadi arena politik paling dekat bagi relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan (perangkat Desa). Di satu sisi, para perangkat Desa menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai daftar tugas kenegaraan, yakni menjalankan birokratisasi di level Desa, melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan administratif kepada masyarakat. Tugas penting pemerintah Desa adalah memberi pelayanan administratif (surat-menyurat) kepada warga.

            Pasca kemardekaan Indonesia, sebagai bentuk pengakuan terhadap desa, eksistensi desa tetap dipertahankan.  Hal ini tercermin dengan adanya pengaturan desa melalui  berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

            Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehinggamenimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

       Menurut saya kehadiran UU No. 6/2014 sesungguhnya lahir dari kesenjangan antara peran dan fungsi strategis desa dalam penyelenggaraan roda pemerintahan yang dihadapkan dengan lemahnya kewenangan yang dimiliki desa untuk dapat berpartisipasi aktif  dalam pembangunan nasional, sehingga membuat desa yang secara fisik ada namun dilihat dari fungsinya seperti tiada ditengah masyarakat.  Secara sosiologis, kehadiran UU No. 6/2004 didasarkan beberapa pertimbangan, yaitu :Jelas bahwa untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia harus mulai mempunyai pemikiran tentang pembangunan dari bawah (Desa) karena sebagian besar penduduk Indonesia beserta segala permasalahannya tinggal di Desa. Tetapi selama ini,  pembangunan cenderung berorientasi pada pertumbuhan dan bias kota. Sumberdaya ekonomi yang tumbuh di kawasan Desa diambil oleh kekuatan yang lebih besar, sehingga Desa kehabisan sumberdaya dan menimbulkan arus urbanisasi penduduk Desa ke kota.  Kondisi ini yang menciptakan ketidakadilan, kemiskinan maupun keterbelakangan senantiasa melekat pada Desa.

Ø Ide dan pengaturan otonomi Desa kedepan dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan sosial, budaya ekonomi dan politik Desa. “Otonomi Desa” hendak memulihkan basis penghidupan masyarakat Desa, dan secara sosiologis hendak memperkuat Desa sebagai entitas masyarakat paguyuban yang kuat dan mandiri, mengingat transformasi Desa dari patembayan menjadi paguyuban tidak berjalan secara alamiah sering dengan perubahan zaman, akibat dari interupsi negara (struktur kekuasaan yang lebih besar). Pengaturan tentang otonomi Desa dimaksudkan untuk merespon proses globalisasi, yang ditandai oleh proses liberalisasi (informasi, ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain) dan  munculnya pemain-pemain ekonomi dalam skala global.  Dampak globalisasi dan ekploitasi oleh kapitalis global tidak mungkin dihadapi oleh lokalitas, meskipun dengan otonomi yang memadai.Tantangan ini memerlukan institusi yang lebih kuat (dalam hal ini negara) untuk menghadapinya.

            Oleh karena, saya kira perlunya pembagian tugas dan kewenangan secara rasional di negara dan masyarakat agar dapat masing-masing bisa menjalankan fungsinya. Prinsip dasar yang harus dipegang erat dalam pembagian tugas dan kewenangan tersebut adalah Daerah dan Desa dapat dibayangkan sebagai bagian dari organisasi yang mengurus suatu bidang tertentu dalam entitas negara. Jadi kemungkinan besar misi yang diemban oleh UU No. 6/2014 sebenarnya merupakan amanat Pasal 18 ayat (7)  UUD 1945  yang berbunyi dan Pasal 18B ayat (2)  UUD 1945. Melalui ini diharapkan dapat memaksimalkan fungsi dan peran desa untuk berkontribusi membangun desa. Oleh karena itu, menurut saya kehadiran undang-undang ini bertujuan sebagai berikut:

  • Ø  Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • Ø  Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; 
  • Ø  Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; 
  • Ø  Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
  • Ø  Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; 
  • Ø  Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; 
  • Ø  Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; 

                Jadi dari saya pribadi point-point tersebut diatas diyakni dapat mewujudkan desa yang  kuat, maju, mandiri, dan demokratis sebagai penompang dan pendukung untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang  adil, makmur, dan sejahtera.

Sumber Bacaan :

Verawati, Tuti A. Peran pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat, 2003

Kartasasmita, Ginandjar. Pembangunan Unutuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan Dan Pemerataan. Jakarta CIDES.1996

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah,


No comments: