Friday 29 April 2022

“Dinamika COVID-19 Yang Tak Kunjung Berakhir“

Aplik R.Ngabito
Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo
 

Dalam menghadapi serangan virus Covid-19 ini, pemerintahan presiden Jokowi menunjukan  pola bahwa pemerintahannya cenderung menggerakan pemerintahan dalam arti luas ( regering ) sebagai suatu system besar pemerintahan Negara Republik Indonesia untuk menghadapi virus yang bisa mengancam keamanan dan keselamatan Bangsa.

Bahwa pemerintah tidak mau pada urusan bestuuring ( pelaksanaan/ekseskusi ) satu ketentuan saja yakni ketentuan dalam Undang-undang No.  6 Tahun 2018 Tentang kekarantinaan Kesehatan saja, dalam menyikapi tuntutan untuk melakukan Lockdown oleh berbagai kalangan.

Pemerintahan Presiden Jokowi ternyata dalam waktu sangat pendek merespon tuntutan dengan beberapa Peraturan yang dikeluarkan : Kepeutusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020, Tentang Gugus tugas percepatan penanganan  Corona virus Disease 19, tertanggal 13 Maret 2019.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, Tentang Pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan Corona virus Disease 19, tertanggal 31 Maret 2020. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020, Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan stabilitas  sistem keuangan untuk penanganan  Pandemi  Corona virus  Disease 19 dan dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian Nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan, tertanggal 31 Maret 2020. Terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan ini memebuat Pemerintah mengakomodasi berbagai komponen penting, antara lain komponen penanggulangan kebencanaan ( karena Gugus tugas dikepalai oleh kepala BNPB ), komponen keuangan Negara dalam keadaan mendesak melalui suatu Perppu ( mengelimir ketentuan serta kewenangan pembuatan Undang-undang APBN ), serta tidak mau terpaku pada ketentuan Undang-undang No. 6 Tahun 2018, Tentang kekarantinaan Kesehatan khususnya dalam pasal 55 :

1. Selama dalam karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan

ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat.

2. Tanggung jawab Pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak terkait.

Tentunya dapat di bayangkan bila menggunakan pasal 55 ini, dimana kebutuhan dasar hidup orang serta makanan hewan ternak ( semua yang bernyawa yang membutuhkan makanan ) menjadi tanggung Pemerintah pusat. Tentu saja akan sangat menyulitkan dan berisiko tinggi bagi Pemerintah pusat, tidak hanya dari sisi penyediaan dananya, tapi juga operasionalnya/implementasinya, ditengah-tengah kondisi bahaya penularan penyakit yang tidak pandang bulu bisa terjadi kepada siapa saja termasuk kepada aparat Pemerintah pusat.

Bila Pemerintah menetapkan karantina wilayah, maka harus mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar orang dan hewan di wilayah yang di karantina. Pemerintah lebih memilih untuk mengeluarkan kebijakan berbentuk  Pembatasan sosial berskala besar ( PSBB ) merujuk pada pasal 59  Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 yang menyebutkan, Pembatasan sosial berskala besar merupakan bagian dari respons kedaruratan kesehatan masyarakat. Pembatasan sosial berskala besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit  kedaruratan kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Pilihan kebijakan inilah kemudian di kuatkan dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, dimana dalam pasal 6 nyamenyebutkan, Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar diusulkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Kesehatan. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan pembatasan sosial berskala besar dengan memperhatikan pertimbangan ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan Corona virus Disease 19. Ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease 19  dapat mengusulkan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan pembatasan sosial berskala besar di wilayah tertentu. Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang Kesehatan menyetujui usulan ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan Corona virus Disease 19 sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Kepala Daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan pembatasan sosial berskala besar. Dengan demikian dapat pula disimpulkan pemerintah memilih untuk tidak menggunakan atau tidak sepenuhnya menggunakan ketentuan pasal 154 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, Tentang kesehatan yang menyebutkan, Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Pengambilan keputusan Pemerintah Presiden Jokowi ini menunjukan bahwa Presiden Jokowi memilih ketrampilan tersedia dalam urusan administrasi kesehatan. Keterampilan dalam membuat keputusan di era sistem organisasi  modern lebih banyak di tentukan oleh factor si pengambil keputusan yang terlatih ketimbang yang mengambil keputusan karena kemampuan  personalnya (bakat). Tampaknya Presiden Jokowi dalam track recordnya selama ini cukup well trained menghadapi berbagai situasi kritis.

Implementasi Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara umum diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah yaitu, pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi :

1. Peliburan Sekolah dan tempat kerja

2. Pembatasan kegiatan keagamaan

3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf A dan huruf B harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf C dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Dengan ketentuan substansi karantina dapat dicapai, kebutuhan dasar penduduk tetap diperhatikan, termasuk kebutuhan penndidikan, kerja dan bahkan ibadah. Peraturan Pemerintah ini mengatur mekanisme  PSBB sedemikian rupa  dalam pasal 5 dalam hal pembatasan sosial berskala besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah daerah wajib meaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang kekarantinaan kesehatan. Dari ketentuan ini tampak sekali bahwa Pemerintahan Jokowi menginginkan satu komando penanganan Covid-19 dengan berbagai beban tanggung jawab dengan mengoptimalkan sumber daya di seluruh  sistem Pemerintahan dari sub sistem ke Daerah. gaya ini memang kerapkali jadi ciri Jokowi dalam melaksanakan Program-programnya ataupun menyelesaikan permasalahan yang muncul. Pilihan kebijakan yang diambil Pemerintahan Jokowi dalam mengatasi Covid-19 dapat diuji dengan azas tersebut. Untuk langkah pertama bahwa Pemerintahan yang baik itu  mementingkan azas Legalitas (kepastian Hukum), maka syarat itu sudah dilalui dengan terbitnya  peraturan Perundang-undangan yang telah disebutkan diatas. Secara normatif dalam konsideransi Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 telah di pertimbangkan dengan baik, sehingga rumusan menimbang-nimbangnya berbunyi :

A    Bahwa penyebaran Covid-19 yang di nyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar Negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan Masyarakat.

B    Bahwa implikasi pandemi Covid-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi Nasional, penurunan penerimaan Negara, dan peningkatan belanja Negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian Nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jarring pengaman sosial, serta pemulihan perekonomian termasuk untuk Dunia usaha dan Masyarakat yang terdampak.

C    Bahwa implikasi pandemi Covid-19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik sehingga perlu dimitigasi bersama oleh pemerintah dan komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan.

D    Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian Nasional dan stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan, pengeluaran untuk jarring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan berbagai lembaga dalam sektor keuangan.

E    Bahwa kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, telah memenuhi parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 22 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  

Sumber Bacaan :

https://www.portonews.com/2020/peristiwa/nasional/pilihan-dan-gaya-kepemimpinan-pemerintahan-jokowi-tangani-pandemi-covid 19/amp/#aoh=16496860527473&amp_ct=1649686330699&csi=1&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&amp_agsa_csa=46731810&amp_ct=1649686330706

 


No comments: