Aplik R.Ngabito Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo |
Dalam menghadapi serangan virus Covid-19 ini, pemerintahan presiden
Jokowi menunjukan pola bahwa
pemerintahannya cenderung menggerakan pemerintahan dalam arti luas ( regering )
sebagai suatu system besar pemerintahan Negara Republik Indonesia untuk
menghadapi virus yang bisa mengancam keamanan dan keselamatan Bangsa.
Bahwa pemerintah tidak mau pada urusan bestuuring (
pelaksanaan/ekseskusi ) satu ketentuan saja yakni ketentuan dalam Undang-undang
No. 6 Tahun 2018 Tentang kekarantinaan
Kesehatan saja, dalam menyikapi tuntutan untuk melakukan Lockdown oleh berbagai
kalangan.
Pemerintahan Presiden Jokowi ternyata dalam waktu
sangat pendek merespon tuntutan dengan beberapa Peraturan yang dikeluarkan :
Kepeutusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020, Tentang Gugus tugas percepatan
penanganan Corona virus Disease 19,
tertanggal 13 Maret 2019.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, Tentang Pembatasan
sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan Corona virus Disease
19, tertanggal 31 Maret 2020. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang
Nomor 1 Tahun 2020, Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan Pandemi
Corona virus Disease 19 dan dalam
rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian Nasional dan/atau
stabilitas sistem keuangan, tertanggal 31 Maret 2020. Terbitnya beberapa
peraturan perundang-undangan ini memebuat Pemerintah mengakomodasi berbagai
komponen penting, antara lain komponen penanggulangan kebencanaan ( karena
Gugus tugas dikepalai oleh kepala BNPB ), komponen keuangan Negara dalam
keadaan mendesak melalui suatu Perppu ( mengelimir ketentuan serta kewenangan
pembuatan Undang-undang APBN ), serta tidak mau terpaku pada ketentuan
Undang-undang No. 6 Tahun 2018, Tentang kekarantinaan Kesehatan khususnya dalam
pasal 55 :
1. Selama dalam
karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan
ternak yang berada
di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat.
2. Tanggung jawab
Pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak terkait.
Tentunya dapat di bayangkan bila menggunakan pasal 55
ini, dimana kebutuhan dasar hidup orang serta makanan hewan ternak ( semua yang
bernyawa yang membutuhkan makanan ) menjadi tanggung Pemerintah pusat. Tentu
saja akan sangat menyulitkan dan berisiko tinggi bagi Pemerintah pusat, tidak
hanya dari sisi penyediaan dananya, tapi juga operasionalnya/implementasinya,
ditengah-tengah kondisi bahaya penularan penyakit yang tidak pandang bulu bisa
terjadi kepada siapa saja termasuk kepada aparat Pemerintah pusat.
Bila Pemerintah menetapkan karantina wilayah, maka
harus mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar
orang dan hewan di wilayah yang di karantina. Pemerintah lebih memilih untuk
mengeluarkan kebijakan berbentuk Pembatasan
sosial berskala besar ( PSBB ) merujuk pada pasal 59 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 yang
menyebutkan, Pembatasan sosial berskala besar merupakan bagian dari respons
kedaruratan kesehatan masyarakat. Pembatasan sosial berskala besar bertujuan
mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan Masyarakat yang sedang
terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu. Pilihan kebijakan inilah
kemudian di kuatkan dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, dimana
dalam pasal 6 nyamenyebutkan, Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar
diusulkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada Menteri yang menyelenggarakan
urusan Pemerintahan di bidang Kesehatan. Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan pembatasan sosial berskala besar
dengan memperhatikan pertimbangan ketua pelaksana Gugus tugas percepatan
penanganan Corona virus Disease 19. Ketua pelaksana Gugus tugas percepatan
penanganan Corona Virus Disease 19 dapat
mengusulkan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan untuk menetapkan pembatasan sosial berskala besar di wilayah
tertentu. Apabila menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang
Kesehatan menyetujui usulan ketua pelaksana Gugus tugas percepatan penanganan
Corona virus Disease 19 sebagaimana dimaksud pada ayat 3, Kepala Daerah di
wilayah tertentu wajib melaksanakan pembatasan sosial berskala besar. Dengan
demikian dapat pula disimpulkan pemerintah memilih untuk tidak menggunakan atau
tidak sepenuhnya menggunakan ketentuan pasal 154 Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009, Tentang kesehatan yang menyebutkan, Pemerintah menetapkan jenis penyakit
yang memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama karantina. Pengambilan
keputusan Pemerintah Presiden Jokowi ini menunjukan bahwa Presiden Jokowi memilih
ketrampilan tersedia dalam urusan administrasi kesehatan. Keterampilan dalam
membuat keputusan di era sistem organisasi
modern lebih banyak di tentukan oleh factor si pengambil keputusan yang
terlatih ketimbang yang mengambil keputusan karena kemampuan personalnya (bakat). Tampaknya Presiden
Jokowi dalam track recordnya selama ini cukup well trained menghadapi berbagai
situasi kritis.
Implementasi Pembatasan sosial berskala besar (PSBB)
secara umum diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah yaitu, pembatasan sosial
berskala besar paling sedikit meliputi :
1. Peliburan Sekolah dan tempat kerja
2. Pembatasan kegiatan keagamaan
3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Pembatasan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf A dan huruf B harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan,
produktivitas kerja, dan ibadah penduduk. Pembatasan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf C dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan
dasar penduduk. Dengan ketentuan substansi karantina dapat dicapai, kebutuhan
dasar penduduk tetap diperhatikan, termasuk kebutuhan penndidikan, kerja dan
bahkan ibadah. Peraturan Pemerintah ini mengatur mekanisme PSBB sedemikian rupa dalam pasal 5 dalam hal pembatasan sosial
berskala besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah daerah wajib meaksanakan dan
memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun
2018 Tentang kekarantinaan kesehatan. Dari ketentuan ini tampak sekali bahwa
Pemerintahan Jokowi menginginkan satu komando penanganan Covid-19 dengan
berbagai beban tanggung jawab dengan mengoptimalkan sumber daya di seluruh sistem Pemerintahan dari sub sistem ke
Daerah. gaya ini memang kerapkali jadi ciri Jokowi dalam melaksanakan
Program-programnya ataupun menyelesaikan permasalahan yang muncul. Pilihan
kebijakan yang diambil Pemerintahan Jokowi dalam mengatasi Covid-19 dapat diuji
dengan azas tersebut. Untuk langkah pertama bahwa Pemerintahan yang baik
itu mementingkan azas Legalitas
(kepastian Hukum), maka syarat itu sudah dilalui dengan terbitnya peraturan Perundang-undangan yang telah
disebutkan diatas. Secara normatif dalam konsideransi Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 2020 telah di pertimbangkan dengan baik, sehingga rumusan
menimbang-nimbangnya berbunyi :
A Bahwa penyebaran Covid-19
yang di nyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization)
sebagai pandemi pada sebagian besar Negara-negara di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan
korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi
pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan Masyarakat.
B Bahwa implikasi pandemi
Covid-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi
Nasional, penurunan penerimaan Negara, dan peningkatan belanja Negara dan
pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya pemerintah untuk melakukan penyelamatan
kesehatan dan perekonomian Nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan,
jarring pengaman sosial, serta pemulihan perekonomian termasuk untuk Dunia
usaha dan Masyarakat yang terdampak.
C Bahwa implikasi pandemi
Covid-19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang
ditunjukan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik sehingga perlu
dimitigasi bersama oleh pemerintah dan komite stabilitas sistem keuangan (KSSK)
untuk melakukan tindakan antisipasi dalam rangka menjaga stabilitas sektor
keuangan.
D Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,
pemerintah dan lembaga terkait perlu segera mengambil kebijakan dan
langkah-langkah luar biasa dalam rangka penyelamatan perekonomian Nasional dan
stabilitas sistem keuangan melalui berbagai kebijakan relaksasi yang berkaitan
dengan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya
dengan melakukan peningkatan belanja untuk kesehatan, pengeluaran untuk jarring
pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian, serta memperkuat kewenangan
berbagai lembaga dalam sektor keuangan.
E Bahwa kondisi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, telah memenuhi parameter
sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk
menetapakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebagaimana diatur
dalam pasal 22 ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sumber Bacaan :
https://www.portonews.com/2020/peristiwa/nasional/pilihan-dan-gaya-kepemimpinan-pemerintahan-jokowi-tangani-pandemi-covid 19/amp/#aoh=16496860527473&_ct=1649686330699&csi=1&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&_agsa_csa=46731810&_ct=1649686330706
No comments:
Post a Comment