Nurlela Harun Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo |
Salah satu pembatasan kekuasaan
negara yaitu pembatasan terhadap masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Pada
mulanya, ketentuan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam Pasal
7 UUD 1945, namun pengaturan tersebut tidak diikuti oleh pengaturan batasan
masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. Sehingga pada praktiknya
menimbulkan kondisi Presiden yang sama dipilih kembali secara terus menerus,
tanpa mengindahkan sistem pembatasan kekuasaan sebagai suatu prinsip dasar
negara berdasarkan Konstitusi (Konstitusionalisme).[1]
Contohnya adalah terpilihnya Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto lebih dari
dua kali masa jabatan berturut-turut. Kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden yang
terus menerus ini selain menghambat regenerasi kepemimpinan juga berpotensi untuk
disalahgunakan.
Ketentuan Pasal 7 UUD 1945 sebelum
perubahan menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih untuk masa
jabatan lima Tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali merupakan ketentuan
yang dapat ditafsirkan memberikan peluang kepada Presiden untuk terus menduduki
jabatannya karena tidak ada pengaturan batasan masa jabatan yang jelas. Selama
praktik penyelenggaraan negara baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun
Soeharto digunakan sebagai dasar hukum untuk memperluas dan mempertahankan
kekuasaannya. Dengan demikian dalam UUD 1945 sebelum perubahan belum sepenuhnya
menerapkan paham Konstitusionalisme karena tiadanya pembatasan masa jabatan
Presiden yang berkaitan erat dengan kekuasaan Presiden.
Kepemimpinan merupakan salah satu isu
dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga detik
ini. Media masa, baik elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan
berbicara yang membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat
strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi,
merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki
seluk beluk yang terkait dengan kepemimpinan.[2]
Pemimpin hadir untuk menjaga hidup bersama. Pemimpin dibutuhkan supaya setiap
pribadi terlindungi hidup dan asanya. Namun, adakalanya pemimpin justru menjadi
kendala bagi masyarakat. Mengapa demikian ? kita lihat sekarang ini
marak-maraknya berita tentang perpanjangan masa jabatan presiden joko widodo
yang menimbulkan pro dan kontra dikalangan pemerintah maupun masyarakat.
Meskipun sebagian besar menganggap bahwa rencan itu membawa demokrasi mundur ke
belakang. Pada dasarnya melihat pro kontra tentang wacana jabatan presiden 3
periode sebenarnya wajar, apalagi dalam negara demokrasi. Semua pendapat sama
dan dijamin oleh konstitusi. Soal mana yang baik, dan mana yang buruk itu lain perkara.
Karena pada dasarnya kepemimpinan
yang dipimpin oleh seseorang bisa dikendalikan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab, contoh kecilnya dari ribuan program pemerintah dari rakyat
untuk rakyat seperti bantuan-bantuan yang telah diprogramkan oleh masing-masing
instansi, masi saja bisa dikuliti oleh mereka-meraka yang terlalu bersifat serakah,
apalagi dilihat dampak dari pandemi covid -19 ini rakyat sangat membutuhkan
uluran tangan dari pemerintah.
Keluar
dari contoh yang diatas, munculnya wacana perpanjangan atau penambahan jabatan
presiden adalah fenomena yang langkah, Mengapa ? Karena patut di ingat, saat
reformasi sekitar 24 tahun yang lalu, semua golongan sebenarnya sudah sepakat
untuk membatasi jabatan presiden dua periode saja. Jabatan presiden lebih dari
2 periode dikhawatirkan akan mengulang kesalahan suharto dan orde barunya
berkuasa. Kekuasaan menjadi tak terbatas dan negara hanya dimonopoli oleh
segelintir kelompok yang berkedok pemerintah untuk rakyat.[3]
Awal
mula dari rencana perpanjangan jabatan presiden atau Joko Widodo tiga periode
itu datang dari kalangan politikus pendukung pemerintah. Kemudian di ikuti oleh
mereka-meraka yang berada disekitaran Presiden Jokowi. Wacana tersebut kembali
di utarakan pada saat pertemuan kelompok Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh
Indonesia (APDESI) organisani kepala desa. Hal ini mengakibatkan berbagai
polimik yang terjadi dikalangan masyarakat, karena bisa kita lihat bahwa
perpanjangan jabatan presiden tiga periode ini menimbulkan pro dan kontra
dikalangan masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Tetapi dalam rencana perpanjangan
masa jabatan yang marak sekarang ini menimbulkan berbagai spekulasi bahwa ada
oknum-oknum yang mendompleng wacana itu untuk menjatuhkan nama presiden dan
bisa juga diartikan mereka memanfaatkan momentum itu untuk kepentingan pribadi.
Pada
dasarnya ada beberapa tokoh pemerintah yang menyatakan bahwa “ Perubahan UUD
memang bisa terjadi melalui 'konvensi ketatanegaraan'. Teks sebuah pasal tidak
berubah, tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks.
Contohnya adalah ketika sistem pemerintahan kita berubah dalam praktik dari
sistem Presidensial ke sistem Parlementer pada bulan Oktober 1945. Perubahan
itu dilakukan tanpa amandemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan
dan diterima oleh rakyat.”
Bisa kita lihat dibeberapa pernyataan yang di lontarkan oleh Bapak Presiden Jokowi menegaskan, sejak awal ia sudah menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi. Karena itu, masa jabatannya dibatasi 2 periode saja. Ia menegaskan tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama 3 periode.Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi.
Berdasarkan
Beberapa Wacana Diatas Maka Dapat Diambil Kesimpulan Sebagai Berikut:
Perkembangan
Pengaturan Pembatasan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Yang Pertama Dilihat Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) Sebelum Amandemen Pengaturan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil
Presiden Terdapat Dalam Pasal 7 UUD 1945, Merujuk Pada Pasal 7 UUD 1945
Tersebut Dapat Diketahui Bahwa Rumusan Pasal Tersebut Hanya Mengatur Terkait
Masa Jabatan Presiden, Namun Tidak Memberi Batasan Yang Konkret Terkait Batasan
Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia. Pembatasan Masa Jabatan
Presiden Dan Wakil Presiden Sangat Dibutuhkan Karena Berangkat Dari Sejarah
Pemerintahan Jika Dipimpin Dengan Pemimpin Yang Sama Dalam Jangka Waktu Yang
Panjang, Maka Akan Menimbulkan Pemerintahan Yang Otoriter Dan Absolut, Maka
Diberikan Batasan Masa Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Untuk Menghindari Pemerintahan
Yang Otoriter Dan Absolut, Sehingga Presiden Yang Menjabat Tidak Akan Dapat
Menduduki Jabatan Yang Sama Setelah Dua Periode Menjabat.
Sumber Bacaan :
[1] Bagir Manan, , Teori dan Politik Konstitusi, Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2001
Hlm.7.
[2] Danim,Sudarman,MotivasiKepemimpinan dan Evektifitas ( Jakarta
: PT. Rineka Cipta Utama 2004 )
[3]
https://www.liputan6.com/global/read/438 5938/alasan-presiden-as-hanya-bisamenjabat-selama-10-tahun-dalam-duaperiodeDiakses
Tanggal 19 april 2022
No comments:
Post a Comment