Nurlaelasari Abdullah Studi S1-Administrasi Publik Universitas Bina Taruna Gorontalo |
Disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa membawa optimisme penciptaan pembangunan desa yang mampu mewujudkan kemandirian desa. Namun dalam realitasnya UU Desa belum mampu mewujudkan tujuan tersebut. Malah menunjukan bahwa substansi UU Desa tidak memberikan kewenangan sepenuhnya kepada desa dalam pembangunan secara lokal-partisipatif, bahkan UU Desa masih memberikan peluang bagi dominasi pemerintah daerah dalam proses pembangunan desa yang tengah dilaksanakan. Aturan yang ada menjadikan desa sibuk dengan kewajiban administratif dalam pembangunan desa. Implikasinya, meskipun posisi desa bukan lagi menjadi struktur pemerintahan vertikal di bawah pemerintah Kabupaten/Kota, campur tangan pemerintah Kabupaten/Kota mengakibatkan distraksi terhadap kewenangan pembangunan desa yang seharusnya dijalankan penuh oleh pemerintah desa. Permasalahan tersebut mengkonstruksikan dorongan secara substansi untuk merevisi UU Desa, khususnya pengaturan tentang kewenangan pembangunan desa.
Meskipun UU Desa telah memberi suatu kerangka
regulatif bagi terlaksananya proses pembangunan desa secara mandiri mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi yang mana desa dijadikan
sebagai subjek dalam keseluruhan prosesnya, namun UU Desa tidak mampu menjadi
jawaban atas semua permasalahan dan tuntutan yang selama ini diperjuangkan bagi
terwujudnya otonomi desa beserta segala hak-hak yang dahulu dimilikinya, khususnya
dalam pembangunan desa. Bahkan beberapa pasal yang ada dalam UU Desa justru
mendistorsi kewenangan desa yang hakekatnya sudah menjadi institusi yang
bertanggungjawab dalam pembangunan desa.
Prinsip hukum UU Desa yaitu memberikan kewenangan
kepada desa untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, termasuk dengan
memberikan kewenangan pembangunan kepada desa dari yang sebelumnya merupakan
kewenangan pemerintah daerah. Namun secara substantif terdapat beberapa klausul
dalam UU Desa yang justru tidak sejalan dengan prinsip pembangunan desa skala
lokal yang merupakan kewenangan pemerintah desa, sehingga tujuan pembangunan
yang ingin menghadirkan kesejahteraan dan kemandirian desa sulit untuk dicapai.
Permasalahan tersebut mengkontruksikan adanya urgensitas akan perubahan
terhadap UU Desa agar sejalan dengan prinsip pemberian kewenangan pembangunan
di tingkat desa yang mana desa memiliki hak yang utuh dalam pembangunan desa. Penulis
berpendapat setidaknya terdapat 2 (dua) tujuan utama yang ingin dicapai dari
keinginan mengembalikan kewenangan mengurus rumah tangga sendiri kepada desa,
yaitu: Pertama, dilihat dari sejarah keberadaan desa yang sejak dalam
penjajahan Hindia-Belanda sudah diberikan hak otonom dalam mengatur rumah
tangganya sendiri, sehingga memunculkan pandangan bahwa adanya pelimpahan
kewenangan penyelenggaraan rumah tangga dari suprastruktur desa (pemerintah
Kabupaten/Kota) kepada pemerintah desa dalam konteks saat ini merupakan bentuk
penghargaan dan pengakuan negara atas eksistensi desa. Kedua, adanya keinginan
untuk mewujudkan kemandirian desa, mengingat desa dalam perkembangannya
diposisikan sub-ordinat dari pemerintah daerah yang berimplikasi selain kepada
bergantungnya desa kepada pemerintah daerah juga kepada berkurangnya
kemandirian desa dalam mengatur rumah tangganya sendiri.
Sumber
Bacaan : https://peraturan.go.id/common/dokumen/ln/2014/uu6-2014bt.pdf
No comments:
Post a Comment